Latest Updates

Masalah itu Tantangan tuk Maju

Tetaplah bergerak maju, sekalipun lambat. Karena dalam, keadaan tetap bergerak, anda menciptakan kemajuan. Adalah jauh lebih baik bergerak maju, sekalipun pelan, daripada tidak bergerak sama sekali.
MASALAH adalah TANTANGAN tuk Maju
Bila anda menganggap masalah sebagai beban, anda mungkin akan menghindarinya. Bila anda menganggap masalah sebagai tantangan, anda mungkin akan menghadapinya. Namun, masalah dalah hadiah yang dapat anda terima dengan suka cita. Dengan pandangan tajam, anda melihat keberhasilan dibalik setiap masalah.
Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi. Maka, hadapilah dan ubahlah menjadi kekuatan untuk sukses anda. Tanpa masalah, anda tak layak memasuki jalur keberhasilan. Bahkan hidup ini pun masalah, karena itu terimalah sebagai hadiah.
Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang pada anak-anaknya bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi. Bukan pula, eraman hangat di malam-malam yang dingin. Namun, ketika mereka melempar anak-anak itu dari tebing yang tinggi. Detik pertama anak-anak elang itu menganggap induk mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, matilah aku! Sesaat kemudian, bukan kematian yang kita terima, namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu terbang. Bila anda tak berani mengatasi masalah, anda tak akan menjadi seseorang yang sejati.
Mutiara Kata :
Keberhasilan tidak diukur dengan apa yang telah anda raih, namun kegagalan yang telah anda hadapi, dan keberanian yang membuat anda tetap berjuang melawan rintangan yang bertubi-tubi.
Apa yang anda raih sekarang adalah hasil dari usaha-usaha kecil yang anda lakukan terus menerus. Keberhasilan bukan sesuatu yang turun begitu saja. Bila anda yakin pada tujuan dan jalan anda, maka anda harus memiliki ketekunan untuk berusaha. Ketekunan adalah kemampuan anda untuk bertahan di tengah tekanan yang dan kesulitan. Jangan hanya berhenti pada langkah pertama!
Yang memisahkan perahu dengan pantai harapan adalah topan badai, gelombang dan batu karang. Yang memisahkan anda dengan keberhasilan adalah msalah yang menantang. Disitulah tanda kesejatian teruji. Hakikatnya perahu adalah berlayar menembus segala rintangan. Hakikat diri anda adalah berkarya menemukan kebahagiaan.
Jangan terkecoh dengan keberhasilan seseorang. Di balik kejayaan selalu ada jalan panjang yang berisikan catatan perjauangan dan pengorbanan. Keringat dan kepayahan. Tak ada jalan pintas untuk sebuah kesuksesan. Bila anda terpesona pada kenyamanan yang diberikan oleh kesuksesan, anda bisa lupa dari keharusan untuk berupaya. Namun bila anda terkagum pada ketegaran seseoarang dalam berusaha, anda akan menyerap energi kekuatan, keberanian dan kesabaran. Tak ada harga diskon untuk sebuah keberhasilan. Ada harga yang harus dibayar untuk meraih keberhasilan itu. Berusahalah terus!
Mulailah dengan hal kecil, dan jangan berhenti. Bertumbuhlah, belajarlah, dan kembangkan pencapaian anda. Sukses bukan dicapai oleh orang yang memulai dengan hal yang besar, tetapi oleh orang yang memelihara momentumnya dalam waktu yang cukup panjang, hingga pekerjaannya menjadi karya besar.
Apapun yang anda lakukan, lakukanlah dengan kebaikan hati. Keberhasilan bukan semata-mata karena kekuatan otot dan ketajaman pikiran. Anda perlu bertindak dengan kelembutan hati. Sukses tidak selalu dibangun di atas upaya sendiri. Di balik semua pencapaian terselip pengorbanan orang lain. Hanya bila anda melakukannya dengan kebaikan hati, siapapun rela berkorban untuk keberhasilan anda.
Seorang bijak berujar. “Bila busur anda patah dan anak panah penghabisan telah dilontarkan, tetaplah membidik. Bidiklah dengan seluruh hatimu.” Semua tindakan anda bagaikan bumerang yang akan kembali pada anda. Bila anda melempar dengan baik, ia akan kembali dalam tangkapan anda. Namun, bila anda ceroboh melemparkannya, ia akan datang untuk melukai anda. Renungkan bagaimana tindakan anda sekarang ini. Lakukan segala semuanya dengan tulus dan penuh kasih sayang. Tiada yang lebih manis daripada memetik buah atas kebaikan yang anda lakukan.


Bagikan

Skenario Allah di Balik Kegagalanku

Janganlah pernah  berburuk sangka pada Allah, karena bisa jadi, di balik ketentuannya, Allah sedang merencanakan "kejutan" lain 

Anchaznet.com--Seringkali dalam berdo'a kepada Allah, kita meminta agar Ia mempersegerakan apa-apa yang kita munajatkan. Minimal, kita memohon kepada-Nya,  agar sudi mengabulkan permintaan-permintaan kita. Bagi mereka yang bergelut di dunia bisnis, misalnya, mereka memohon kepada Allah agar bisnisnya lancar, dan menghasilkan keuntungan melimpah.

Adapun mereka yang sedang menyelesaikan program studi, mereka pun berharap agar Allah melancarkan studi mereka, kemudian menjadi orang yang sukses di kemudian hari. Begitu seterusnya, dan begitu seterusnya.

Karena besarnya harapan di balik lantunan-lantunan do'a itu, maka, tidak sedikit dari mereka yang menghujat Allah, manakala  do'a belum memberikan jawaban. Padahal, belum tentu apa yang kita impi-impikan di balik do'a,  itu akan membawa kebaikan bagi kita, begitu pula sebaliknya. Bahkan, bisa jadi, ditahannya pengabulan do'a tersebut, karena Allah sedang menyusun skenario yang jauh lebih besar, lagi lebih bermanfaat bagi kita, yang tidak pernah disangka-sangka. Begitu pula yang aku alami.

Aku adalah anak paling bungsu dari tujuh bersaudara. Sedari kecil (berumur 3 bulan) aku telah ditinggal oleh ibu. Maka, jadilah ayah dan saudara-saudaraku pengasuh, yang senantiasa merawat hingga aku dewasa.

Dari tujuh bersaudara, cuma aku yang bisa melanjutkan studi di perguruan tinggi. Adapun yang lain, paling banter lulus MTS (Madrasah Tsanawiyah), bahkan dua kakakku, tidak lulus SD. Ini semua bukan atas kemauan kami, tapi memang, penghasilan ayah, yang berprofesi sebagai petani biasa, tidak mampu memenuhi biaya pendidikan.

Nah, faham akan kondisi keluarga --yang secara matematik tidak akan mampu membiayai kuliah--  setelah menyelesaikan studi di salah satu pondok yang berbasis bahasa asing --Arab dan Inggris-- di Jawa Timur (Jatim),  aku berinisiatif untuk melanjutkan kuliah di institusi yang memberikan beasiswa bagi para  mahasiswanya. 

Setelah mencari informasi dan menjajaki beberapa kampus,  dan melalui hasil musyawarah dengan keluarga, dari sekian banyak kampus, dua kampuslah yang menjadi incaranku. Yang pertama ada di daerah Jawa Barat  dan satu lagi berada di Jawa Timur.

Pada dasarnya seluruh keluarga, terutama diriku pribadi, berharap bisa masuk di Jabar.  Alasannya, di sini, selain mendapat beasiswa, makan, tempat tinggal, sangu, para mahasiswa juga mendapatkan kitab-kita pelajaran secara gratis. Maka, praktislah kita hanya tinggal fokus belajar.

Ada pun yang di Jatim, hanya menyediakan beasiswa kuliah dan makan. Sedangkan buku dan tete-bengek lainnya, masih harus mengeluarkan kocek pribadi. Dan masih ada satu lagi yang membuat saya kurang sreg di sini, para mahasiswa diwajibkan mengambil progran bahasa Inggris, sekalipun itu bukan jurusannya. Itu semua karena bahasa komunikasi keseharian di kampus, yaitu bahasa asing, Arab, dan Inggris.

Untuk membantu dalam proses melancarkan tes ujian di kampus pertama (Jabar), aku dan keluargaku saling bergotong royong. Mereka membantuku dengan do'a, puasa, dan shalat sunnah. Ada pun aku, berikhtiar dengan belajar yang giat, dan pastinya sambil berdo'a.

Pada mulanya, aku ngotot meminta kepada Allah, agar ia memberi aku kelulusan. Namun, melihat banyaknya jumlah peserta (ribuan, sedangkan yang diterima hanya seratus dua puluh), aku merasa dzalim kalau aku 'memaksa' Nya untuk mengabulkan permintaanku.

"Ini kan penilaian saya pribadi, kalau tempat ini terbaik untukku. Namun belum tentu  bagi Allah,  begitu  bisikku dalam.  Inilah yang kemudian mengubah  do'a menjadi, "Ya Allah, berilah aku tempat terbaik menurutmu. Kalau memang tempat ini membawa manfaat bagiku keesokan hari, maka luluskanlah aku, tapi, sekiranya tempat ini justru menjerumuskanku kepada kesukaran di dunia dan akhirat, maka, jauhkanlah aku darinya."

Doa inilah yang kemudian senantiasa aku panjatkan kepada Allah, hingga tiba waktu pengumuman kelulusan seleksi mahasiswa baru, Rabu, Juli 2006.

Setelah saya cek namaku pada abjad "Z" , ternyata namaku tidak ada. Terus terang aku sedih, sempat berderai air mataku. Aku bukan hanya bersedih atas kegagalanku, namun, aku juga merasa bersedih membayangkan reaksi keluargaku perihal kegagalanku. Setelah aku beri tahu mereka, ternyata sungguh di luar dugaanku sebelumnya. Mereka justru memotivasi aku untuk tetap semangat, jangan patah arang, รข€Nggak usah terlalu sedih, dan jangan malu. Mungkin ini yang terbaik menurut Allah,"  ujar mereka melalui telepon.

Mendapat 'suntikan' motivasi, semangatku langsung kembali. Seketika juga aku menelepon temanku, yang memang terlebih dahulu telah menjadi mahasiswa di kampus yang di Jatim, dan menanyakan tentang peluang pendaftaran. Dan ternyata, hari itu adalah hari terakhir pendaftaran mahasiswa baru, dan lusanya akan langsung diadakan tes. Sebab itu, kuminta sahabatku itu untuk mendaftarkanku. Alhamdulillah, ia menyanggupinya. Dan pada hari itu juga, aku langsung menyiapkan diri untuk langsung menuju Surabaya.

Singkat cerita, setelah melalui  berbagai tes (tulis dan lisan), aku diterima di kampus ini. Dan  komunikasi adalah jurusan yang aku pilih. Puji syukur senantiasa aku ucapkan atas karunia-Nya.

Sebagaimana telah saya paparkan di atas, seluruh mahasiswa diwajibkan mengambil mata kuliah Bahasa Inggris selama tiga semester, maka --meskipun terpaksa- aku pun mengikuti program tersebut. Masih jelas di benakku, betapa jujurnya saya ke pada dosen akan ketidakmengertian saya terhadap bahasa ini.

Di depan mahasiswa yang lain aku berujar, "maaf pak, soal-soalnya tidak saya kerjakan, saya tidak bisa sama sekali bahasa Inggris."  Melihat kejujuranku, si dosen hanya bisa diam menyaksikan kertas jawabanku masih putih bersih.

Selalu ada jalan

Lambat laun, aku paksakan diri agar mampu --menjinakkan musuh-- ku ini. Aku tidak ingin meninggalkan kesempatan yang kedua kalinya (sebelumnya di pondok yang berbasis bahasa asing). Maka mulailah aku pasang 'kuda-kuda'untuk fokus belajar. Aku selalu menghafalkan sedikit-demi sedikit tiap kosa-kata.  Dan yang pasti, do'a kepada Allah, tidak pernah terputus aku utarakan, agar Ia mempermudah langkahku ini.

Allahu Qadir ala kulli Syaiin, sungguh aku tidak menyangka, sedari awal aku berazam untuk belajar, aku merasa Allah sangat mempermudahku, untuk menguasai bahasa ini. Maka tidak heran, hanya dalam waktu yang relatif singkat (2-3 bulan), aku sudah mengalami perubahan pengetahuan yang sangat signifikan tentang bahasa Internasional ini. Dan yang membuat saya lebih terharu lagi, saya bukan hanya mampu secara teoritis, namun, secara praktis, aku pun bisa. Maka, terkaget-kagetlah teman-temanku, ketika ujian pertengahan semester (UTS), untuk seluruh macam mata kuliah bahasa Inggris (Reading, Grammar, Conversation), nilaiku adalah yang terbaik.

Seiring dengan kemampuan baruku itu, Allah menjadikannya sebagai jembatan penghubung bagiku, untuk memperoleh rezeki-Nya (fulus). Aku diamanahi oleh dosen untuk mengajar di sekolah binaannya.

Tidak itu saja, aku pun membuka kursus untuk mereka yang berminat mendalami bahasa Inggris. Alhamdulillah, meskipun tidak banyak, tapi ada.

Kini, kebutuhan-kebutahanku secara ekonomis bisa terpenuhi, tanpa harus membebani orangtua dan keluarga.

Sebagai penutup dari tulisan ini, cukuplah firman Allah di surat Al-Baqarah ayat 216  di bawah ini, kita jadikan pijakan, dalam merespon keputusan Allah:

"... Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

Kesimpulannya, janganlah pernah ber-su'udzan (berburuk sangka) kepada Allah terhadap ketentuan-Nya, yang --mungkin-- secara naluri, kita tidak menghendakinya, karena bisa jadi, di balik itu, Allah sedang merencanakan 'kejutan' lain untuk kita yang tidak pernah kita sangka-sangka sebelumnya.



Bagikan

“Tak Ada Jalan Buntu, Selama Yakin Pada Allah”

Ia pernah jaya dengan usaha jual beli.   Tapi ujian menerpanya hingga semua hartanya ludes. Bagaimana ia kembali bangkit?

Anchaznet.com--Dalam mengarungi samudra kehidupan, menusia laksana sebuah roda. Kadang ia berada di atas, kadang pula ia berada di bawah. Begitu pula dengan kisah hidup Azam,  pria asal Bojonegoro, Jawa Timur.

Dikisahkan olehnya, ketika ia dalam masa kejayaan, bukan hanya rumah yang menjadi simbol kekayaannya. Mobil yang berjumlah tiga buah, juga menjadi fasilitas yang melengkapi kemewahan yang ia miliki. Belum lagi hasil dari usaha yang ia geluti, jual beli beras, yang omzetnya mencapai 25 ton per-bulan.

Namun malang tidak bisa dihindari, ketika roda kehidupan bergelinding membawanya ke posisi dasar. Usahanya bangkrut, dan utang bertebaran di sana-sini.  Inilah kisahnya yang ditulis dengan bahasa tutur.

***

Kisah ini saya mulai dari sejarah masuknya saya ke lembaga dakwah. Saya bergabung pada tahun 1995, setelah menyelesaikan studi di Institut Kejuruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), Surabaya tahun 1994, jurusan Fisika.

Langkah bergabung dengan lembaga dakwah bukan langkah mudah. Keputusan ini,  sungguh sangat bertentangan dengan keinginan orangtuaku yang ingin aku menjadi seorang pegawai negeri (PNS).  Maklum, di desa, jarang anak mengenyam bangku kuliah. Apalagi, statusku sebagai sarjana Fisika. Merekapun selalu memaksaku, bahkan tidak jarang dengan menggunakan bahasa yang –kadang-kadang- tidak mengenakkan. Namun, laksana karang di lautan, tekadku untuk berdakwah dan bergabung di sebuah lembaga dakwah tak pernah runtuh, sampai akhirnya mereka pun menyerah.

Saya memilih sebuah lembaga dakwah,  sebagai ‘pelabuhan’, karena saya melihat keindahan Islam di sana, yang sebelumnya tidak pernah saya saksikan di beberapa lembaga lain. Bagaimana para penghuninya menghormati tamu, sungguh mengesankan. Belum lagi melihat para awak yang senantiasa menjaga keistiqomahan dalam menunaikan shalat jama’ah dan shalatul lail (tahajjud), menjadi daya pengikat tersendiri. Pemandangan semacam inilah yang membuat hatiku berbunga-bunga, dan mendesakkan hati untuk segera berbabung.

Selain itu, dulu, di era Orde Baru (Orba) yang sangat otoriter ditambah kejaman Orba, rekayasa intelijen kepada umat Islam yang sangat kasar, membuatku merasa enggan untuk mendaftarkan diri menjadi PNS.

Setelah tiga bulan aktif, saya memutuskan untuk mengakhiri masa lajang, maka nikahlah aku dengan seorang wanita asal Surabaya,  yang notabenya adalah teman kuliah.

Sambil menikmati bulan madu, aku mulai aktif di lembaga dakwah. Berbagai amanah pernah saya emban, mulai dari wakil kepala sekolah (Waka), bendahara Yayasan, dan berbagai amanah lain.

Apapun yang diamanahkan oleh lembaga kepadaku, dengan sekuat tenaga akan aku lakukan dengan sebaik-baiknya.

Merintis Bisnis


Ditengah-tengah kesibukan sebagai aktivis dakwah,  pada 1998, aku memberanikan diri untuk terjun di dunia enterpreunership (kewirausahaan). Dan bisnis yang menjadi incaran adalah jual-beli beras dari desa ke kota.

Bisnis ini aku pilih, karena memang pada saat itu, pasar Surabaya sedang membutuhkan asupan beras yang tinggi. Peluang inilah yang aku baca, kemudian terjun di dalamnya. Adapun daerah asal penyuplaian, saya pilih Bojonegoro karena kabupaten ini merupakan salah satu penghasil beras terbanyak di Jawa Timur (Jatim).

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Hanya dalam waktu satu tahun, aku mampu meraih keuntungan yang cukup besar.  Aku telah mampu mengontrak rumah yang lumayan megah. Mobil tidak hanya satu, aku beli tiga sekaligus. Bila dikalkulasi, omzetku saat itu, mampu mencapai 25 ton, tiap bulannya. Padahal, jujur, modal yang saya gunakan untuk memulai bisnis ini hanya keberanian. Tak sepeser pun uang saya keluarkan untuk memulai bisnis ini. Bukan karena apa-apa, tapi memang tidak ada.

Saya datang ke Bojonegoro menemui salah satu juragan beras di sana, kemudian menjelaskan prihal bisnis yang sedang saya rancang. Ia menyetujui untuk menjadi mitra kerja. Pada awal pengiriman, dia hanya memberikan 3 ton. Lambat-laun, setelah mengetahui perkembangan bisnis ini sangat masif, beliau pun akhirnya berani mengirim seberapapun jumlah yang saya butuhkan.

Bisnis ini terus berjalan dengan lancar, hingga memasuki tahun 2001. karena begitu mudahnya rizki hinggap ke pangkuanku, maka sempat timbul sifat arogansi (sombong) dalam diri. Pernah pada suatu saat, aku hampir ‘ketiban durian jatuh’. Uang sebesar Rp 2,2 Milyar hampir aku dapat namun akhirnya lenyap. Padahal, bisa dikatakan uang tersebut tinggal sejengkal saja menjadi hak milik saya.

Usut punya usut, mungkin, penyebabnya karena kesombonganku. Ceritanya, ketika mengetahui akan mendapat rizki nomplok, aku berkata ke pada istriku, “Bu, lihatlah, siapa diantara teman-temanku yang mampu mendapatkan uang Rp. 2,2 Milyar dalam umur semuda aku?” Maklunm kala itu, umurku masih 34 tahun. Tak disangka, kekotoran hati seperti itulah, rupanya,  yang kemudian menjadi  boomerang  dan biang kehancuran bisnisku.

Roda Berbalik


Selain sifat takabbur yang pernah menyelinap di hati, aku merupakan orang yang paling sering ditipu oleh mitra bisnis. Meskipun aku telah berhati-hati dalam bertindak, tapi tetap saja penipuan itu berlanjut. Mungkin itu adalah salah satu bentuk teguran Allah kepadaku. Puncak dari penipuan itu terjadi pada tahun 2002. saat itu, tersebutlah P.T Pohon Mas dan Goldquest yang mengajak untuk berkerja sama dengan cara menanam saham. Setelah dijelaskan bagaimana sistem kerjanya, aku pun tertarik. Uang sebesar Rp 50 juta, aku serahkan langsung tanpa curiga. Lalu apa yang terjadi? Ternyata itu hanyalah modus penipuan. Maka lenyaplah uang itu entah-brantah.

Mulai dari sinilah bisnisku macet. Untuk menutupinya, mobil aku jual, selain itu aku pun berusaha mencari pinjaman ke teman-teman. Karena tidak mencukupi, maka akhirnya aku putuskan untuk meminjam di beberapa Bank seperti; BRI, BNI, Niaga, Permata. Gali lobang untuk tutup lobang.

Aku benar-benar menjadi orang yang terlilit hutang. Bahkan, karena tidak mampu lagi membayar kontrakan rumah,  aku dan keluarga harus menumpang di rumah mertua.

Tiga tahun kondisi memprihatinkan tak juga berlalu.  Di tengah kekalutan itu, ada kabar yang mengagetkan bahwa rumah yang kami tempati itu akan dijual oleh mertua. Ibaratnya, sudah jatuh tertimpa tangga. Aku tak bisa berfikir lagi, mau dibawa kemana keluarga saya ini?. Meskipun saya punya banyak famili, tapi aku tidak akan melibatkan mereka dalam kasus ini.

Singkat cerita, rumah mertua akhirnya terjual seharga Rp. 130 Juta. Dari hasil penjualan, bapak (mertua) memberi kami Rp. 20 juta. Namun belum genap berumur satu minggu, uang itu sudah ludes untuk mencicil hutang-hutangku yang menumpuk. Istriku menangis, sebab, sedianya uang itu akan kamu gunakan untuk mengontrak rumah. Tapi, apalah daya, si-pengutang terus berdatangan menagih.

Di tengah kekalutan, aku datangi temanku. Aku sampaikan permasalahanku dan aku utarakan bahwa saat ini aku sedang butuh kontrakan. Melalui perantaranyalah aku dipertemukan dengan seorang pemilik rumah. Setelah bertemu si-empunya, aku dibingungkan dengan uang kontrakan yang mencapai Rp 16 juta  yang tak mungkin kumili. (sebelumnya, rumah ini ada yang ingin mengontrak sebesar Rp. 36 juta), Lallahu’alam, Karena kelembutan hatinya, kami dipersilahkan menempati rumah tersebut. Sebagai ganti, aku diminta untuk bekerja dengannya. Rumah berukuran 9x10 meter persegi itulah, yang sejatinya bekas kantor, akhirnya menjadi tempat kami sekeluarga bernaung hingga saat ini. Allahuakbar! Puji syukur ku terus kuucapkan kepada Allah yang telah memudahkan segala urusanku.

Membangun Strategi


Setelah mendapat tempat tinggal yang pasti, saya mencoba menata ulang kehidupan. Aku melamar untuk menjadi agen sebuah majalah Islam. Al-hamdilillah diterima. Pelangganku juga lumayan banyak. Untuk majalah, berkisar 30 orang, buletin 50. Selain itu, aku juga berjualan kecil-kecilan. Karena pernah aktif di sebuah lembaga zakat,  akupun ditawari untuk menjadi konsultan seuah lembaga zakat.

Selain disibukkan dengan urusan di atas, aku juga diamanahi untuk merintis badan ‘amil zakat.

Melalui aktivitas-aktivitas inilah, aku bisa kembali bangkit dari sebelumnya. Bahkan, pada bulan Oktober tahun lalu, rumah yang kami (yang semula kontrak telah resmi jadi milik kami). Karena aku telah membelinya seharga Rp 180 juta.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa saya mampu menanggung beban seberat ini?dan mampu kembali bangkit?. Jawabannya mungkin satu. Dalam menjalani kehidupan, aku memiliki satu prinsip yang membuatku teguh dan tak mudah runtuh.

“Tidak ada jalan buntu selama kita pasrahkan semua urusan kepada Allah.” Sekalipun saat itu saya tidak memiliki sepeser uang, tetapi dengan prinsip itu, Allah senantiasa memperkuat diriku untuk mampu menghadapi ujian demi ujian. 

Sebagai gambaran betapa mujarabnya prinsip tersebut, pernah pada bulan suci Ramadhan, kami kebingungan untuk membayar zakat fitrah. Uang yang kami punya tidak cukup untuk memenuhi kewajiban itu. Namun alhamdulillah, tanpa disangka-disangka,  Allah memberi rizki kami melalui salah satu sahabatku. Sangat luar biasa. Saya senantiasa berpesan kepada Anda, mulai saat ini,  libatkanlah Allah dalam setiap urusan kita. InsyaAllah, semuanya akan terasa lebih mudah.
Bagikan

Jangan Ceroboh Memilih Jodoh

Indah suaranya,  belum tentu elok rupanya.  Semakin tinggi gelarnya, juga belum tentu tinggi ilmu  agama atau akhlaknya

Anchaznet.com“Kapan kalian menikah, kapan punya anak, kapan punya adik?”  Demikian salah satu bunyi iklan KB di TV.   Sudah menjadi fitrah, jika manusia memiliki rasa mencintai terhadap lawan jenisnya. Laki-laki mencintai wanita, begitu pula sebaliknya, wanita mencintai laki-laki.

Yang tidak fitrah, jika ia mencintai sesama jenis. Karena hal ini telah menjadi naluri, mau-tidak mau, ia pun harus memenuhi kebutuhannya.  Kalau tidak, justru akan berdampak buruk pada diri sendiri, dan tentu saja terhadap keeksistensian manusia. Karena itu, biasanya, pertanyaan-pertanyaan seperti iklan itu selalu hadir pada setiap orang, mana-kala ia telah mengalami cukup umur untuk itu.

Secara umum, semua orang pasti menginginkan pendamping yang mampu memberikannya kebahagiaan. Dan seiring dengan perkembangan zaman (teknologi dan informasi), berbagai acara dimunculkan sebagai media penghantar, yang memfasilitasi tercapainya tujuan tersebut. Sebagai contoh, acara gelar jodoh di sebuah stasiun TV semarak pengikut.

Ada juga, SMS jodoh. Tinggal ketik “REG (spasi) Jodoh dan kirim ke ….” Maka secara spontanitas, ciri/tipe pasangan yang cocok bagi pemirsa yang sedang berkelana mencari pasangan, akan muncul. Gaung bersambut, acara sejenis ini, banyak digandrungi oleh masyarakat Indonesia.

Pertanyaannya, benarkah cara-cara demikian akan menghasilkan pasangan yang akan memberi kebahagiaan seperti yang didamba-dambakan? Lalu, bagaimana sebenarnya tipe pasangan yang bisa menghantarkan kepada kebahagiaan hakiki itu?

Nikah Sebagai Ibadah


Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur kehidupan manusia secara proporsional, sehingga tidak satu pun ajaran yang telah ditetapkannya, kecuali membawa kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Sebagai makhluk biologis, sudah barangtentu mereka (manusia) membutuhkan pasangan hidup, untuk melampiaskan hasrat birahinya.

Dan demi kebaikan tatanan manusia, baik secara individu ataupun jama’ah, syari’ah atau sosial, Islam menganjurkan kepada bani Adam untuk menikah, sebagai sarana yang suci, yang diberkahi, dalam menyalurkan naluri biologisnya tersebut. Selain itu, ia juga menjadi sarana yang akan menjauhkan manusia dari perbuatan zina, yang mana tindakan tersebut telah diharamkan oleh Allah. "Janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang paling buruk" (QS. Al-Israa':32). Demikianlah ketegasan Allah, mengenai hubungan di luar nikah.

Anjuran untuk menikah, secara langsung difirmankan oleh Allah dalam Al-Quran, surat An-Nisa’ ayat 2, ”Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi....”

Sedangkan dalam hadits, Rasulullah bersanda:  “Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah; karena hal itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.” (HR. Bukhari)

Karena menikah adalah ibadah, oleh sebab itu proses menuju ke sana juga harus berlandaskan syari’at (silakan dibuka semua kitab fikih yang membahas tentang syarat dan rukun nikah). Tidak itu saja, untuk memastikan bahwa calon pasangan kita itu merupakan tipe orang yang akan membawa keselamatan bagi keluarga di dunia dan akhirat, maka kita harus memperhatikan,  kemudian malaksanakan pesan Nabi mengenai kriteria calon pasangan hidup, yang dapat membawa angin keselamatan.

Sabda beliau,  sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir, ”Sesungguhnya Nabi Shalallahu ’alaihi wassallama, bersabda ”sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, hartanya, dan kecantikannya; maka pilihlah yang beragama.” (Riwayat Muslim dan Tirmidzi)

Melalui sabdanya ini, beliau, Rasulullah, menjelaskan secara transparan bahwa dalam memilih calon pendamping hidup, siapapun dia, tiga alasan yang menjadi standar acuan seseorang mencari pendamping hidup; kecantikan/ketampanan,  kekayaan, nasab (keturunan), dan agama.

Bagi mereka yang normal, tentu sangat mengharapkan kalau calon pasangannya itu, merupakan perpaduan dari tiga unsur ini. Siapa yang tidak bangga memiliki pendamping yang shaleh/shalehah, tampan/cantik, lagi tajir. Akan tergambar begitu indahnya mahligai rumah tangga masa depan, yang dibangun dengan berpondasikan keimanan, serta dihiasai oleh kecantikan dan kemewahan. Terbayang jelas di pelupuk mata, betapa indahnya surga dunia yang akan mereka lalui berdua bersama anak-anak keturunan mereka mendatang.

Masalahnya, manakah yang harus diprioritaskan, ketika kita ditemukan dengan mereka yang tidak memenuhi tiga standart di atas? Karena bukan sesuatu yang mudah, untuk menemukan tipe macam ini. Jawabannya, perhatikanlah kalimat terakhir dari sabda Nabi di atas, ”Maka pilihlah yang beragama”.

”Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena kecantikannya, karena nasabnya, karena agamanya. Maka pilihlah alasan menikahinya karena agamanya. Kalau tidak maka rugilah engkau,” demikian sabda Nabi.

Jelas sudah, seberapapun elok, cantik, tampan, paras calon pasangan kita, dan setinggi apapun gundukan permata dan berlian  yang menumpuk di rumahnya, tetapi ketika nilai-nilai keagamaan tidak terpancar dari jiwanya, maka tetap agama menjadi prioritas utama.

Model pilihan macam ini harus kita hindari, sebab bisa jadi, wajah nan cantik/tampan bak sinar rembulan di tengah gelapnya malam, harta yang berlimpah ruah hingga tak terhitung jumlahnya, justru menjadi momok penghancur  mahligai rumah tangga, karena kesombongan diri terhadap apa yang mereka miliki. Sungguh hamba sahaya yang hitam kelam lagi beriman, takut kepada Allah dan Rosul-Nya, lebih baik dari mereka tersebut.

Rasulullah mengingatkan kita melalui sabdanya:

”Janganlah kamu menikahi perempuan karena kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan membawa kerusakan bagi diri mereka sendiri. Dan janganlah kamu menikahi karena mengharap harta mereka, mungkin hartanya itu menyebabkan mereka sombong, tetapi nikahilah mereka atas dasar agama. Dan sesungguhnya hamba sahaya yang hitam lebih baik, asal ia beragama,” (Riwayat Baihaqi)

Lebih tegas lagi, dalam sabdanya yang lain Rasulullah menjelaskan, ”Barang siapa yang menikahi seorang perempuan karena hartanya, niscaya Allah akan melenyapkan harta dan kecantikannya. Dan barang siapa yang menikahi karena agamanya, niscaya Allah akan memberi karunia kepadanya dengan harta dan kecantikannya.” (Al- Hadits)

Mereka Perhiasan Dunia

Kasus perceraian artis karena skandal perselingkuhan, sudah menjadi rahasia umum. Betapa sakitnya perasaan salah satu pihak, mengetahui kalau istri/suaminya, bergandengan mesra dengan orang lain. Hal tersebut tidak mungkin terjadi, sekiranya kedua belah pihak benar-benar faqih fiddien (faham agama).

Si suami, misalnya, tidak mungkin berselingkuh ketika ia bertugas di luar rumah, karena dia faham akan syari’at. Lebih-lebih, ketika ia mengingat, bagaimana si istri melayaninya dengan begitu baik, mendidik anak tanpa kenal lelah, menjaga harta dengan amanah, mengingatkan ketika dia lalai, memberi motivasi ketika semangat turun, dan sebagainya, dan sebagainya.

Pria/wanita yang menjadikan syariat sebagai landasan hidupnya, menjadi pegangan dalam bekerja di manapun berada. Selain itu, akan lebih mudah baginya, mendepak godaan dari luar. Bayangkan, sekiranya ada suami tak tunduk syariat, juga ada istrinya tidak bisa menjaga hijabnya, istri tidak taat kepada suami? Pasti kesempatan buruk sangat terbuka lebar. Dan contoh yang demikian itu, bisa kita ambil sampelnya dari kasus perceraian para selebritis.

Suami yang saleh --yang taat kepada Allah dan Rosul-Nya-- ia akan senantiasa menenangkan hati dan menentramkan jiwa istrinya. Begitu sebaliknya. Istri yang beriman, ia senantiasa menjaga harta dan dirinya di kala suami tak ada di rumah. Hal ini sejalan lurus dengan sabda Rosulullah, ”Sebaik-baik perempuan yang apabila engkau memandangnya, ia menyenangkanmu; dan jika engkau menyuruhnya, diturutnya perintahmu; dan jika engkau bepergian, dipeliharanya hartamu dan dijaganya kehormatanya.”

Betapa banyak artis yang lebih memilih “kembali ke panggung” untuk mencari ketenaran dibanding menjaga rumah-tangganya di rumah? Tak sedikit di antara mereka bahkan rela memilih cerai daripada kehilangan ketenaran yang pernah diraihnya.

Apakah tipe seperti ini yang sedang Anda cari? Tentu tidak. Lantas wanita yang  bagaimanakah yang mampu mencerminkan sosok di atas ini? Tidak lain, hanya mereka yang faham akan agama, karena dengan faham agama, mereka akan mengerti akan tugas-tugas sebagai istri terhadap suami.

”Sebab itu maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri sepeninggal suaminya karena Allah telah memelihara,”
terang Allah dalam surat  An-Nisa’, ayat 34, mengenai keutamaan wanita salehah.

Trik  Syar’i

Islam adalah agama yang memberi solusi.  Begitu pula dengan permasalahan di atas. Al-Quran telah menyodorkan rahasianya kepada kaum muslimin, sehingga mampu mendapatkan pasangan, yang sesuai dengan kriteria di atas, tanpa harus melanggar syari’at, seperti, berkhalwat, dan sejenisnya. Lalu apa rahasianya?

Allah menerangkan dalam Al-Quran :

”Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji, untuk perempuan-perempuan yang keji pula (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik, untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untu perempuan-perempuan yang baik (pula)..........” (An-Nur 26).

Mustahil akan ditemukan yang saleh/salehah, jika seseorang mencarinya di tempat-tempat yang tidak baik dan dengan cara yang tidak diridai  Allah dan Rasul-Nya. Pasangan yang mulia tak mungkin didapatkan dengan ramalan  dukun, atau mengikuti anjuran TV dengan ikut reg_spasi. Akan lebih mudah dengan memperbaiki diri dengan sempurna mungkin, maka jodoh yang sempurna itu akan tiba. Dalam kata lain, jodohnya tergantung kepada kepribadiannya. Ketika kepribadiannya baik, maka, ia pun akan mendapatkan yang terbaik, ketika kepribadiannya buruk, ia pun akan mendapatkan yang setimpal.

Kesimpulannya,  mencari pasangan hidup, bukan  seperti seseorang yang membeli kucing di dalam karung.  Sebab, indah suaranya,  belum tentu elok rupanya.  Semakin tinggi gelarnya, juga belum tentu tinggi ilmu  agama atau akhlaknya. Sekali lagi, “Jangan ceroboh dalam mencari jodoh, sebab ia merupakan salah satu penentu dari kebahagiaan Anda!” Wallahu 'alam bis-shawab.  


Bagikan