oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid
Segala puji bagi Allah. Kami memuji, memohon  pertolongan dan meminta ampun kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah  dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa  diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menunjukinya. Aku  bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata,  tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba  dan rasul-Nya. Amma ba’du: 
Sesungguhnya Allah Ta’ala mewajibkan beberapa  kewajiban yang tidak boleh diabaikan, memberi beberapa ketentuan yang  tidak boleh dilampaui dan mengharamkan beberapa hal yang tidak boleh  dilanggar. 
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 
مَا أَحَلَّ اللهُ فِيْ كِتَابِهِ  فَهُوَ حَلاَلٌ، وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ، وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ  عَافِيَةٌ، فَاقْبَلُوْا مِنَ اللهِ الْعَافِيَةَ، فَإِنَّ اللهَ لَمْ  يَكُنْ نَسِيًّا، ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ الآية:…..
“Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam  kitab-Nya, maka itulah yang halal dan apa yang diharamkan-Nya, maka  itulah yang haram. Sedangkan apa yang didiamkan-Nya, maka itu adalah  yang dima’afkan maka terimalah pema’afan dari Allah. Sesungguhnya Allah  tidak pernah lupa. Kemudian beliau membaca ayat, “Dan tidaklah tuhanmu  lupa.” (Maryam: 64).( Hadits riwayat Al-Hakim, 2/375, dihasankan  oleh Al-Albani dalam Ghaayatul Maraam, hal 14.) 
Perkara-perkara yang diharamkan adalah  ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Allah berfirman, “Itulah  larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.” (Al-Baqarah:  187) 
Allah mengancam orang yang melampaui  ketentuan-ketentuan-Nya dan melanggar apa yang diharamkan-Nya, seperti  ditegaskan dalam Al-Qur’an, yang artinya :“Dan barangsiapa yang  mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya,  niscaya Allah memasukkannya ke dalam api Neraka, sedang ia kekal di  dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan.” (An-Nisaa’: 14) 
Menjauhi hal-hal yang diharamkan hukumnya  adalah wajib. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam, 
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ  فَاجْتَنِبُوْهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوْا مِنْهُ مَا  اسْتَطَعْتُمْ.
“Apa yang aku larang atas kalian, maka  jauhilah ia dan apa yang aku perintahkan pada kalian, maka lakukanlah  dari padanya semampumu.”( Hadits riwayat Muslim, Kitaabul Fadhaa’il,  hadits no. 130 cet. Abdul Baqi. 
) 
Sering kita saksikan, sebagian para penurut  hawa nafsu, orang-orang yang lemah jiwa dan sedikit ilmunya, manakala  mendengar hal-hal yang diharamkan secara berturut-turut, ia berkeluh  kesah sambil berujar, “Segalanya haram, tak ada sesuatu pun, kecuali  kamu mengharamkannya. Kamu telah menyuramkan kehidupan kami, kamu  membuat gelisah hidup kami, menyempitkan dada kami, tidak ada yang kamu  miliki, selain haram dan mengharamkan. Agama ini mudah, persoalannya tak  sesempit itu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 
Untuk menjawab ucapan mereka, kita katakan  sebagai berikut, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menetapkan hukum menurut  kehendak-Nya, tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya. Allah Maha  Bijaksana lagi Maha Mengetahui, maka Dia menghalalkan apa yang Ia  kehendaki atau mengharamkan apa yang dikehendaki-Nya pula dan di antara  prinsip kehambaan kita kepada Allah Ta’ala adalah hendaknya kita ridha  dengan apa yang ditetapkan oleh-Nya, pasrah dan berserah diri kepada-Nya  secara total.” 
Hukum-hukum Allah Ta’ala berdasarkan ilmu,  hikmah dan keadilan-Nya, bukan berdasarkan kesiasiaan dan permainan.  Allah berfirman, “Telah sempurnalah kalimat tuhanmu (Al-Qur’an),  sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah  kalimat-kalimat-Nya dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha  Mengetahui.” (Al-An’am): 115) 
Allah menjelaskan kepada kita tentang kaidah  halal-haram dalam firman-Nya, “Dan (Allah) menghalalkan bagi mereka  segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”  (Al-A’raaf: 157) 
Maka yang baik-baik adalah halal dan yang  buruk-buruk adalah haram. Tentang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu  hanyalah hak Allah semata. Karena itu, barangsiapa yang mengklaim atau  menetapkan dirinya berhak menentukannya, maka dia telah kafir dan ke  luar dari Agama Islam. Allah berfirman, “Apakah mereka mempunyai  sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama  yang tidak diizinkan oleh Allah?” (Asy-Syuura: 21) 
Tak seorangpun boleh berbicara tentang  halal-haram, kecuali para ahli yang mengetahuinya, berdasarkan Al-Qur’an  dan As-Sunnah, Allah memberi peringatan keras kepada orang yang  menghalalkan dan mengharamkan sesuatu tanpa ilmu pengetahuan,  sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu  mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta”  ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap  Allah.” (An-Nahl: 116) 
Hal-hal yang diharamkan secara qath’i  (tegas) terdapat dalam Al-Qur’an dan As Sunnah. Seperti dalam firman  Allah, “Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu  oleh Tuhanmu, yaitu, “Janganlah kamu menyekutukan sesuatu dengan Dia,  berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak dan jangalah kamu  membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.” (Al-An’am: 151) 
Dalam As-Sunnah juga disebutkan beberapa hal  yang diharamkan, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam, 
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ بَيْعَ  الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَاْلأَصْنَامِ. 
“Sesungguhnya Allah mengharamkan penjualan  khamar (minuman keras), bangkai, babi, dan patung-patung.”( Hadits  riwayat Abu Daud: 3486; Shahih Abi Daud no. 977 (Hadits ini di sepakati  keshahihannya, Ibnu Baz).) 
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam, 
إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا  حَرَّمَ ثَمَنَهُ. 
“Sesungguhnya jika Allah mengharamkan sesuatu,  Ia mengharamkan (pula) harga (penjualannya)”(Hadits shahih riwayat  Ad-Daruquthni, 3/7.) 
Dalam sebagian nash terkadang disebutkan pula  beberapa jenis yang diharamkan, seperti makanan yang dirincikan Allah  dalam firman-Nya, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging  babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang  tercekik, yang dipukuli, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam  binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan  bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi  nasib dengan anak panah.” (Al-Ma’idah: 3) 
Tentang yang diharamkan dalam pernikahan,  Allah berfirman, 
“Diharamkan atas kamu (mengawini)  ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan,  saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang  perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan,  ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan…”  (An-Nisa’: 23) 
Dalam hal usaha, Allah juga menyebutkan  hal-hal yang diharamkan, Allah berfirman, “Dan Allah menghalalkan  jual-beli dan mengharamkan riba….” (Al-Baqarah: 275) 
Kemudian Allah Yang Maha Pengasih terhadap  hamba-Nya menghalalkan untuk kita hal-hal yang baik yang tidak terhitung  banyak dan jenisnya. Oleh sebab itu, Allah tidak memberikan rincian  hal-hal yang halal dan dibolehkan, karena semua itu tidak terhitung  banyaknya. Allah menerangkan secara rinci hal-hal yang diharamkan karena  dapat dihitung, sehingga kita mengetahui dan menjauhinya. Allah Ta’ala  berfirman, 
“Sesungguhnya Allah telah  menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu , kecuali apa  yang terpaksa kamu memakannya…” (Al-An’am: 119) 
Adapun hal-hal yang dihalalkan maka Allah  menerangkannya secara global, yakni selama hal-hal itu merupakan sesuatu  yang baik. Allah berfirman, “Hai sekalian manusia makanlah yang  halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi” (Al-Baqarah: 168) 
Termasuk di antara rahmat Allah, bahwa Dia  menjadikan dasar segala sesuatu adalah halal, sampai terdapat dalil yang  mengharamkannya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha  Luas Rahmat-Nya atas segenap hamba-Nya. Oleh sebab itu, kita wajib  ta’at, memuji dan bersyukur kepada-Nya. 
Sebagian manusia, jika mereka menyaksikan  hal-hal yang haram dihitung dan diperinci, jiwanya tiba-tiba merasa  sesak karena keberatan terhadap hukum-hukum syari’at. Ini menunjukkan  betapa lemah iman dan betapa sedikit pemahaman mereka tentang syari’at. 
Apakah mereka menginginkan agar dirincikan  bahwa daging sembelihan dari unta, sapi, kambing, kelinci, kijang,  kambing hutan, ayam, burung dara, angsa, itik, burung unta halal?  Bangkai belalang serta ikan juga halal? Dan sayur-sayuran, kol,  buah-buahan dan semua biji-bijian serta hasil tanaman yang bermanfaat  halal? Dan bahwa air, susu, madu, minyak, dan cuka halal? Garam,  rempah-rempah dan bumbu-bumbu halal? Lalu menggunakan kayu, besi, pasir,  kerikil, plastik, kaca serta karet halal? Menunggang hewan, mengendarai  mobil, naik kereta, kapal laut dan pesawat terbang halal ? 
Lalu kulkas, mesin cuci, alat pengering,  mesin penggiling tepung, mixer, mesin pencincang daging, blender serta  berbagai jenis peralatan kedokteran, teknik, alat menghitung, astronomi,  arsitektur, alat pemompa air, pengeboran minyak, pertambangan, alat  penyaringan, penyulingan air, percetakan dan komputer harus dirincikan  bahwa semua itu halal? 
Kemudian memakai kain dari bahan kapas,  katun, kain lena, wol, bulu dan kulit yang diperbolehkan, nilon dan  polister harus dijelaskan sebagai sesuatu yang halal? 
Dan hukum dasar pernikahan, jual beli,  kafalah (penanggungan), hawalah (transfer), sewa menyewa, profesi dan  keahlian seperti tukang kayu, pandai besi, reparasi, menggembala  kambing, semua harus diterangkan sebagai pekerjaan yang halal? 
Mungkinkah kita bisa menyelesaikan dalam  menghitung dan merincikan hal-hal yang dihalalkan? Sungguh, mereka itu  adalah orang-orang yang hampir tidak memahami perkataan. 
Adapun dalil mereka bahwa agama itu mudah,  maka ucapan tersebut adalah benar tetapi diselewengkan dan  disalahgunakan. 
Makna mudah dalam agama, tidaklah berarti  disesuaikan menurut hawa nafsu dan pendapat manusia, tetapi kemudahan  itu harus disesuaikan menurut tuntunan syari’at. 
Sungguh sangat besar perbedaan antara  melanggar hal-hal yang diharamkan lalu berdalih secara batil bahwa agama  adalah mudah. Memang tidak diragukan bahwa agama adalah mudah dengan  menerapkan keringanan-keringanan yang diberikan oleh syari’at, seperti:  Melakukan jama’ dan qashar dalam shalat dan berbuka puasa ketika  bepergian; mengusap khuf (sepatu bot) dan kaos kaki bagi orang mukim  sehari semalam dan tiga hari tiga malam bagi yang bepergian; tayammum  ketika takut bahaya kalau menggunakan air; jama’ antara dua shalat bagi  orang sakit dan ketika sedang turun hujan deras; boleh memandang kepada  wanita bukan mahram untuk tujuan meminang; memilih dalam kaffarat  (denda) sumpah antara memerdekakan budak, memberi makan orang miskin  atau memberinya pakaian; makan bangkai ketika dalam keadaan darurat dan  rukhsah-rukhsah serta keringanan syari’at lainnya. 
Di samping hal-hal di muka, setiap muslim  hendaknya mengetahui bahwa diharamkannya beberapa hal tersebut  mengandung hikmah yang besar di antaranya: 
Allah menguji segenap hamba-Nya dengan  hal-hal yang diharamkan tersebut, lalu Dia melihat bagaimana mereka  berbuat. Di antara sebab perbedaan antara penduduk Surga dengan penduduk  Neraka adalah bahwa para penduduk Neraka telah tenggelam dalam syahwat  yang dengannya Neraka dikelilingi, sementara para penduduk Surga sabar  atas berbagai hal yang dibencinya yang dengannya Surga dikelilingi. Jika  tidak karena ujian ini, tentu tidak akan bisa dibedakan antara tukang  maksiat dengan orang ta’at. 
Orang-orang beriman melihat beratnya  kewajiban dengan cara pandang dari sisi perolehan pahala dan keta’atan  terhadap perintah Allah, sehingga berharap mendapat ridha-Nya. Dengan  demikian kewajiban itu terasa ringan. Berbeda halnya dengan orang-orang  munafik, mereka melihat beratnya kewajiban dari sisi kepedihan, kesal  dan pembatasan, sehingga kewajiban itu terasa berat untuk mereka lakukan  dan keta’atan menjadi sesuatu yang sangat sukar. 
Dengan meninggalkan hal-hal yang diharamkan,  orang yang ta’at akan merasakan buah manisnya. Barangsiapa meninggalkan  sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu  yang lebih baik daripadanya, lalu mendapatkan kelezatan iman dalam  hatinya. 
Dalam risalah ini, pembaca akan mendapati  beberapa hal yang diharamkan, yang keharamannya jelas dalam syariat,  disertai keterangan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.( Sebagian  ulama telah mengarang kitab tentang hal-hal yang diharamkan atau tentang  sebagian jenisnya, seperti dosa-dosa besar. Di antara kitab yang sangat  bagus seputar hal-hal yang diharamkan adalah kitab “Tanbihul Ghafilin  ‘an A’malil Jahilin” karya Ibnu Nahhas Ad-Dimasyqi v.) Hal-hal yang  diharamkan ini merupakan sesuatu yang sering terjadi dan umum dilakukan  oleh sebagian besar kaum muslimin. Saya sebutkan hal-hal tersebut dengan  tujuan memberi keterangan dan nasihat. 
Hanya kepada Allah saya memohon petunjuk,  taufik serta kekuatan untuk selalu menjauhi larangan-Nya, untuk diri  saya sendiri dan untuk segenap umat Islam. Dan mudah-mudahan Dia  menjauhkan kita dari hal-hal yang diharamkan serta menjaga kita dari  hal-hal yang buruk, sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik penjaga dan  Dia Maha Penyayang di antara para penyayang. 
Adapun hal-hal yang diharamkan adalah: 
Bagikan