Latest Updates

Apakah Ghibah Itu?

Apakah Ghibah Itu?
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warohmatullah
Ustadz, saya mau bertanya ttg masalah ini dan bagaimana jwbnya berdasarkan hukum Alloh subhanahu wa ta’ala?
Saya punya kakak perempuan yg kuliah di fisipol ugm, kakak saya berusia 22 tahun sekarang, tapi yg mengherankan dia telah menikah dg org yg masih belum paham agama (entah sejak kapan?) terlebih suaminya masih jauh dari qur’an dan banyak terpengaruh pemikiran filsafat. kini kakak saya diberi anak perempuan berusia 2th. Kakak saya itu kuliah tidak kos, tp alhamdulillah sudah ada rezki tinggal di rumah sendiri, ortu kami di jkt, akan tetapi kami tidak tahu teman2nya. Yang saya khawatirkan lelaki itu hanya menikahi kakak saya disebabkan alasan yang murahan, maaf ustadz, tapi semenjak pria itu menikahi kakak saya terlihat dia merasa berhak memanfaatkan rumah dan kendaraan pribadi kakak saya (rizki ortu kami, dengan izin Alloh).

Yang ingin sekali saya tanyakan adalah, apakah definisi dari ghibah, mengadu domba, merusak hubungan suami istri, dg pemahaman yang tepat? Karena saya ingin sekali menyadarkan ortu saya ttg masalah ini, sebab beliau2 seperti kurang sadar akan masalah ini. Prinsipnya saya tidak ingin mempermasalahkan harta, tapi saya takut kakak saya sudah dilibatkan dalam konspirasi jahat, karena ternyata pria itu berkantor dan memiliki banyak teman2 yg belum jelas agamanya di sekitar rumah kami. Saya takut ini buruk sangka, tapi sejujurnya saya curiga, bolehkah demikian?
Saya berharap, pertanyaan saya sudah jelas, dan saya sangat berharap ustadz bisa menjawab pertanyaan saya dg dalil yg kuat, disertai pemahaman yang tepat, karena bagaimanapun bencinya saya thdp pria itu, saya takut berbuat dzholim kemudian menambah dosa saya.
Jawaban Ustadz:
Ghibah telah didefinisikan langsung oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim yang artinya yaitu, “Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu sedangkan dia tidak menyukai hal itu diceritakan kepada orang lain.” Sehingga apapun bentuknya menceritakan tentang orang lain adalah dilarang bila sesuatu tersebut tidak disenangi olehnya, hal ini dikecualikan oleh para ulama di antaranya oleh Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihiin, beliau berkata:
“Ketahuilah bahwa ghibah diperbolehkan demi tujuan yang benar dan syar’i yang tidak mungkin tercapai tujuan tersebut tanpa melakukan ghibah, dan adapun ghibah yang diperbolehkan tersebut ada enam sebab:
Pertama, seseorang terzhalimi mengadukan kepada pihak yang berwenang dan dia mempunyai pengaruh terhadap orang yang menzhalimi.
Hal ini berdasarkan kisah Hindun binti ‘Utbah istri dari Abu Sufyan yang datang kepada Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: bahwa suaminya adalah orang yang kikir atau pelit, dan dia tidak memberi nafkah kepadaku dan anakku yang cukup, lalu beliau bersabda yang artinya, “Ambillah dari hartanya yang cukup untuk menafkahi dirimu dan anakmu tanpa berlebihan.” Dari cerita di atas Hindun mengatakan tentang suaminya bahwa dia kikir kepada Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam karena Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam adalah pemimpin, dan ini ghibah. Seandainya hal ini dilarang maka tentulah Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam sudah mengingkarinya.
Kedua, menjadikannya sebagai salah satu cara untuk mengubah sebuah kemungkaran, sehingga tukang maksiat tersebut meninggalkan maksiatnya.
Ketiga, meminta fatwa dari seorang ‘alim (orang yang berilmu).
Keempat, memperingatkan seluruh kaum muslimin akan kejahatan seseorang, di antaranya, jarh (melukai) orang-orang yang terjarh dari para perowi hadits (yang dimaksud adalah memberikan sifat tidak adil pada orang yang meriwayatkan hadits yang dianggap berhak menerima sifat tersebut sehingga haditsnya ditolak dan tidak diriwayatkan), Musyawarah dalam pemilihan calon pengantin, ikut serta dalam perdagangan, menitipkan harta, atau mu’amalah. Bila melihat seorang penuntut ilmu mondar-mandir kepada seorang ahlul bid’ah, dan khawatir terjadi perubahan padanya. Pemimpin yang tidak becus dalam kepemimpinannya.
Kelima, orang yang dengan terang-terangan melakukan sebuah kemaksiatan, seperti terang terangan minum bir.
Keenam, dengan tujuan mengenal dengan julukan tersebut seperti si pincang, si mata picek/kabur, si bisu, dan lain-lain (dengan sedikit perubahan bahasa dari penerjemah).”
Adapun mengadu domba adalah merupakan bagian dari namimah yang telah didefinisikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih, “Namimah adalah seseorang menukil (mengambil) perkataan manusia dari yang satu ke yang lainnya dengan tujuan merusak hubungan mereka, dan ini termasuk dosa yang besar, dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori dan Muslim juga telah disebutkan orang yang sedang mendapatkan siksaan di alam kuburnya di antaranya adalah karena dia sering menyebar luaskan fitnah antara manusia, yang mana perbuatannya ini menyebabkannya berhak mendapatkan siksaan tersebut.”
Allah berfirman,
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. yang banyak mencela, yang kesana ke mari menyebar luaskan fitnah.” (QS. Al Qalam: 10,11)
Saya berwasiat kepada diri saya juga ikhwah untuk melihat kembali setiap perkataan yang mungkin mempunyai tujuan memecah belah persaudaraan sesama muslim untuk segera meninggalkannya karena hal ini terkadang tidak disadari, serta bedakanlah antara keinginan memperbaiki keadaan orang yang kita maksud dengan keinginan kita untuk menyingkirkannya dari hadapan kita karena kita tidak suka terhadapnya.
***
Penanya: Dimas Jakarta
Dijawab Oleh: Ust. Abu Hafsah Subkhan Khadafi, Lc.
Bagikan

Bolehkah Ghibah di Dalam Hati?

Bolehkah Ghibah di Dalam Hati?
Pertanyaan:
Bagaimana hukum ghibah (membicarakan kejelekan orang) di dalam hati?
Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab:
Bisikan hati itu tidak dianggap. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits shahih:
إن الله تجاوز عن أمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تعمل أو تكلم
“Sesungguhnya Allah memaafkan ummatku yang berbisik dalam jiwanya, selama belum dilakukan atau diucapkan.”
Namun, jika seseorang mengatakan sesuatu dalam hatinya tentang kejelekan si Fulan, atau berkata dalam hati bahwa si Fulan itu pelit, Fulan itu buruk akhlaknya, atau di Fulanah itu wanita pelit, yang dapat membuat hatinya sakit, jika ia tidak jadi melakukannya karena Allah, ia diganjar pahala. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
إذا هم العبد بالسيئة ثم تركها من أجل الله كتبها الله له حسنة, فإن تركها غفلة عنها أو شغلاً عنها لم تكتب عليه
“Jika seorang hamba bermaksud melakukan sebuah kejelekan, lalu ia tidak jadi melakukannya karena Allah, ganjaran pahala baginya. Jika ia melakukannya karena lalai atau tidak disadari maka tidak berdosa.”
Hanya bermaksud semata tidak diganjar dosa, karena hal tersebut adalah perbuatan hati. Namun jika maksud tersebut dilakukan, Allah mengganjar dosa baginya. Jika baru bermaksud lalu tidak dilakukan, tidak berdosa. Kemudian jika ia tidak jadi melakukan kejelekan tersebut diniatkan karena takut kepada Allah, ia diganjar pahala. Inilah karunia dari Allah subhanahu wa ta’ala, juga merupakan bentuk kemurahan serta kemuliaan-Nya.
Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/9164
Bagikan

Di Balik Kejujuran Seorang Pedagang

إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.
Saudaraku! Anda pernah membeli buah-buahan atau lainnya dari pedagang buah di dalam kereta, atau pedagang asongan di bis antar kota? Bila pernah, mungkin anda juga pernah merasa betapa pahitnya rasa kecewa batin anda ketika mengetahui bahwa barang yang anda beli ternyata tidak sama dengan yang diperagakan atau dicobakan kepada anda sebelum membeli.
Pengalaman di atas hanyalah salah satu bukti nyata dari kejamnya para pedagang yang batinnya hampa dari keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keuntungan materi menjadi pujaannya, sehingga ia menempuh segala macam cara guna mendapatkannya.
Saudaraku! Bersyukurlah, karena Allah telah menjadikan anda sebagai seorang muslim. Islam mengajarkan anda berbagai syari’at luhur dan suci dalam segala aspek kehidupan anda, termasuk dalam urusan perniagaan.
Syari’at Islam mengajarkan anda untuk selalu berbuat jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut dapat menimbulkan kerugian pada diri anda sendiri.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقَيراً فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. النساء : 135.
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Qs. An Nisa’: 135)
Tatkala Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, beliau menjelaskan: Bahwa ayat ini adalah perintah dari Allah kepada setiap orang yang beriman untuk senantiasa berkata benar. Tidak sepantasnya bagi seorang mukmin untuk meninggalkan kebenaran, dan mudah terpaling darinya. Sebaliknya, orang-orang yang beriman seyogyanya saling bahu membahu, tolong menolong dan menyatu-padukan tekad guna memperjuangkan kebenaran. Mereka menegakkan kebenaran demi menggapai keridhaan Allah. Bila ketulusan niat ini telah terwujud pada diri seseorang, niscaya ucapan dan perbuatannya benar, adil, dan jauh dari penyelewengan atau manipulasi. Kebenaran dan kejujuran ini senantiasa menghiasi kehidupan orang yang beriman, walaupun kadang kala beresiko mendatangkan kerugian pada diri sendiri. Bila hal itu terjadi, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan amal baiknya. Allah pasti memberi orang yang taat kepada-Nya jalan keluar bagi setiap problematikanya. Demikianlah kepribadian orang yang bernar-benar beriman. Keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan berbagai perasaan dirinya tidak dapat memalingkannya dari menegakkan keadilan dalam segala aspek kehidupannya. (Tafsir Ibnu Katsir 2/433)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada banyak hadits menegaskan akan hal ini, diantaranya pada hadits berikut:
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنة، وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا. وإياكم والكذب فإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا. متفق عليه
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu ia menturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hendaknya kalian senantiasa berbuat jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan akan membimbing kepada surga, dan senantiasa seseorang itu berbuat kejujuran dan senantiasa berusaha berbuat jujur, hingga akhirnya ditulis disisi Allah sebagai orang yang (shiddiq) jujur. Dan berhati-hatilah kalian dari perbuatan, karena sesungguhnya kedustaan akan membimbing kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan akan membimbing kepada neraka. Dan senantiasa seseorang berbuat dusta dan berupaya untuk berdusta hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (Muttafaqun ‘alaih)
Sehingga tidak heran bila syari’at Islam menjadikan hal ini sebagai salah satu prinsip hidup umat manusia, tanpa terkecuali dalam perniagaan. Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan para sahabatnya yang sedang menjalankan perniagaan di pasar:
يا معشر التجار! فاستجابوا لرسول الله صلى الله عليه و سلم ورفعوا أعناقهم وأبصارهم إليه، فقال: إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا، إلا من اتقى الله وبر وصدق. رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
“Wahai para pedagang!" Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka menengadahkan leher dan pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.” (Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany)
Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan hadits ini dengan berkata: “Karena kebiasaan para pedagang adalah menipu dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka lakukan diantaranya dengan sumpah palsu dan yang serupa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memvonis mereka sebagai orang-orang jahat (fajir), dan beliau mengecualikan dari vonis ini para pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal yang diharamkan, senantiasa memenuhi sumpahnya dan senantiasa jujur dalam setiap ucapannya.” (Dinukilkan oleh Al Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwazy 4/336)
Bila demikian adanya, maka sudah sepantasnya bagi anda, untuk senantiasa mengindahkan prinsip ini dalam perniagaan anda, dan bahkan dalam segala aspek kehidupan anda. Hanya dengan cara inilah, kehidupan anda akan diberkahi.
عن حكيم بن حزام رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه
“Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan dihapuskan keberkahan penjualannya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dari hadits ini, Ibnu Hajar Al ‘Asqalany menarik suatu kesimpulan: “Pada hadits ini terdapat suatu petunjuk bahwa kehidupan dunia tidaklah akan dapat dicapai dengan sempurna kecuali dengan perantaraan amal shaleh. Dan bahwasannya petaka perbuatan maksiat akan menyirnakan seluruh kebaikan dunia dan akhirat.” (Fathul Bary oleh Ibnu Hajar Al Asqalany 4/311)
Saudaraku! Manisnya harta dan gemerlapnya keuntungan yang berlimpah memang begitu menggiuarkan. Tidak heran bila liur umat manusia senantiasa menetes tatkala menyaksikan peluang mengeruk keuntungan terbuka lebar-lebar. Sehingga bisa saja derasnya godaan harta ini menjadikan anda hanyut dan lupa daratan. Hanya keimanan anda kepada Allah dan hari akhirlah yang mampu membendung arus ambisi dan keserakahan dunia.
وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ ، مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِى حَقِّهِ ، فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ ، كَانَ الَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ. متفق عليه
"Sesungguhnya harta kekayaan itu terasa begitu manis. Barang siapa yang mendapatkannya denga cara-cara yang benar dan dibelanjakan di jalan yang benar, maka harta itu adalah sebaik-baik pembantu baginya. Sedangkan orang yang mendapatkannya dari jalan yang tidak benar, maka ia bagaikan orang yang makan tapi tidak pernah merasa kenyang." (Muttafaqun ‘alaih)
BEBERAPA BENTUK PENYELEWENGAN
1. Sumpah palsu.
Sejarah perniagaan umat manusia telah membuktikan bahwa diantara metode yang sering ditempuh oleh banyak pedagang guna mengeruk keuntungan ialah dengan bersumpah. Sumpah sering kali dijadikan sarana guna meyakinkan calon pembeli atau penjual.
Walau demikian adanya, sikap semacam ini dalam syari’at islam sungguh tercela. Sikap seorang pedagang yang banyak bersumpah, itu menunjukkan bahwa ia telah mengkultuskan keuntungan materi, sampai-sampai nama Allah-pun turut ia jadikan sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الحَلِفُ مَنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ. متفق عليه
"Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris manis, (akan tetapi) menghapuskan keberkahan." (Muttafaqun ‘alaih)
Apalah gunanya anda mendapatkan yang besar, bila ternyata keuntungan itu tidak diberkahi Allah?
Sekali lagi, coba anda cermati hadits Nabi di atas, betapa beliau tidak membedakan antara pedagang yang bersumpah palsu dari pedagang yang bersumpah benar! Ini menunjukkan bahwa banyak bersumpah dalam perniagaan adalah perilaku yang tercela, walaupun sumpahnya adalah benar.
Adapun bila ternyata sumpahnya adalah sumpah palsu, tentu dosanya lebih besar. Bukan hanay menghapuskan keberkahan rizki, akan tetapi juga menjadi biang turunnya kemurkaan dan siksa Allah, di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَناً قَلِيلاً أُولَئِكَ لا خَلاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. آل عمران 77
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.” (Qs. Ali Imran: 77)
Ayat ini diturunkan karena ada seseorang yang menawarkan barang dagangannya, kemudian ia bersumpah dengan nama Allah. Ia berkata pada sumpahnya: sungguh barangnya tersebut telah ditawar seseorang dengan penawaran lebih bagus dari penawaran yang diberikan oleh calon pembeli (kedua). Padahal pernawaran pertama yang ia sebutkan tidak pernah terjadi. (Riwayat Imam Bukhari rahimahullah).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ يَقْتَطِعُ بِهَا مَالَ امْرِئٍ ، هُوَ عَلَيْهَا فَاجِرٌ ، لَقِىَ اللَّهَ وَهْوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى : إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً . رواه البخاري
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa bersumpah guna mengambil sebagian harta seseorang, sedangkan sumpahnya itu adalah palsu. Maka ia akan menghadap kepada Allah, sedangkan Allah murka kepadanya.” (Riwayat Bukhari)
Dan pada riwayat lain Nabi lebih merinci dosa yang akan ditanggung oleh pedagang yang bersumpah palsu dalam peniagaannya:
ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ كَانَ لَهُ فَضْلُ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ ، فَمَنَعَهُ مِنِ ابْنِ السَّبِيلِ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَا ، فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا سَخِطَ ، وَرَجُلٌ أَقَامَ سِلْعَتَهُ بَعْدَ الْعَصْرِ ، فَقَالَ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ لَقَدْ أَعْطَيْتُ بِهَا كَذَا وَكَذَا ، فَصَدَّقَهُ رَجُلٌ ، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً
“Tiga golongan manusia yang kelak pada hari Qiyamat, Allah tidak akan sudi memandang, dan mensucikan kepada mereka. Sebagaimana mereka juga akan mendapat siksa yang pedih: orang yang memiliki kelebihan air di perjalanan, akan tetapi ia enggan untuk memberikannya kepada orang yang sedang melintasinya. Orang yang berbi’at (janji setia) kepada seorang pemimpin, akan tetapi ia tidaklah berbai’at kecuali karena ingin mendapatkan keuntungan dunia. Bila sang pemimpin memberinya harta, maka ia ridha dan bila sang pemimpin tidak memberinya harta, maka ia benci. Orang yang menawarkan dagangannya seusai shalat Asar, dan pada penawarannya ia berkata: Sungguh demi Allah yang tiada Sesembahan selain-Nya, aku telah mendapatkan penawaran demikian dan demikian. Sehingga ada konsumen yang mempercayainya. Selanjutnya Nabi membaca ayat:
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji(nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit.” (Riwayat Bukhari)
Semoga kisah berikut cukup untuk membangkitkan motivasi pada diri anda untuk senantiasa bersikap jujur pada setiap perniagaan anda, dan tidak mudah bersumpah.
أن عبد الله بن عمر باع غلاما له بثمانمائة درهم، وباعه بالبراءة، فقال الذي ابتاعه لعبد الله بن عمر: بالغلام داء لم تسمه لي، فاختصما إلى عثمان بن عفان، فقال: الرجل باعني عبدا وبه داء لم يسمه. وقال عبد الله: بعته بالبراءة. فقضى عثمان بن عفان على عبد الله بن عمر أن يحلف له، لقد باعه العبد وما به داء يعلمه. فأبى عبد الله أن يحلف، وارتجع العبد، فباع عبد الله العبد بعد ذلك بألف وخمسمائة درهم.
Pada suatu hari, sahabat Abdullah bin Umar menjual kepada seseorang, seorang budak dengan harga 800 dirham. Pada perjanjian, sahabat Abdullah bin Umar mensyaratkan bahwa ia tidak bertanggung jawab atas segala cacat yang tidak ia ketahui (ketika akad). Selang beberapa hari, pembeli budak kembali dan menemuinya dan berkata: “Pada budak tersebut terdapat penyakit yang tidak engkau sebutkan kepadaku (di kala akad berlangsung).” Karena tidak dicapai kata sepakat, mereka berdua mengangkat perselisihan mereka ke Khalifah Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu. Pembeli berkata: “Ia menjual kepadaku seorang budak yang padanya terdapat cacat yang tidak ia sebutkan (ketika akad).” Sedangkan sahabat Abdullah (bin Umar ) menjawab: “Aku menjual budak itu dengan syarat aku terbebas dari segala cacat yang tidak aku ketahui.” Menanggapi persengketaan ini, Khalifah Utsman memutuskan agar Abdullah bin Umar bersumpah (di hadapannya) bahwa ketika akad jual-beli, ia tidak mengetahui cacat yang dimaksud pada budak tersebut. Akan tetapi sahabat Abdullah bin Umar enggan untuk bersumpah, dan lebih memilih untuk mengambil kembali budak tersebut. Di kemudian hari, ia menjual kembali budaknya itu (kepada orang lain) dan laku jual dengan harga 1.500 dirham. (Riwayat Imam Malik, Abdurrazzaq, dan dinyatakan shahih oleh Al Baihaqy, dan disetujui oleh Al Hafidh Ibnu Hajar)
Demikianlah saudaraku! Bila anda meninggalkan suatu hal karena mengharapkan keridhaan Allah dan takut akan kemurkaan-Nya, pasti Allah akan menggantikan anda dengan yang lebih baik.
Demikian janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada anda:
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً اتِّقَاءَ اللَّهِ جَلَّ وَعَزَّ إِلاَّ أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْراً مِنْهُ) رواه احمد وصححه الألباني
“Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah Yang Maha Agunng lagi Maha Mulia, melainkan Allah akan memberimu pengganti yang lebih baik dari yang engkau tinggalkan.” (Riwayat Ahmad dan dinyatakan shahih oleh Al Albani)
2. Mengurangi Timbangan.
Diantara praktek perdagangan yang nyata-nyata menyelisihi prinsip ini ialah berbuata curang dalam urusan timbangan dan takaran.
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ . الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُواْ عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ . وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ . أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ . لِيَوْمٍ عَظِيمٍ . يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam.” (Qs. Al Muthaffifin: 1-6)
Dan di antara bentuk wujud kemurkaan Allah Ta’ala kepada orang-orang yang berbuat curang dalam perniagaan ialah:
ولم ينقصوا المكيال والميزان إلا أخذوا بالسنين وشدة المؤنة وجور السلطان
“Dan tidaklah mereka berbuat curang ketika menakar dan menimbang, melainkan mereka akan ditimpa kekeringan, mahalnya biaya hidup, dan kelaliman para penguasa.” (Riwayat Ibnu Majah, Al Hakim, Al Baihaqy dan dihasankan oleh Al Albany)
Bila kita cermati hadits ini, kemudian kita bandingkan dengan keadaan kita sekarang, niscaya kita akan mengatakan bahwa kita telah mendapatkan bagian dari ancaman ini. Wallahul musta’an.
Saudaraku! Tegakah hati anda bila ternyata perniagaan anda adalah biang terjadinya kesengsaraan bangsa kita; paceklik, kekeringan, korupsi, perilaku sewena-wena para penguasa negri kita?
Tidakkah anda mengimpikan negeri kita menjadi negeri yang makmur dan memiliki pemerintahan yang adil? Inilah salah satu upaya yang harus anda tempuh untuk mewujudkannya. Siapkah anda mewujudkan impian anda ini? Buktikan kesiapan anda pada pola dan metode perniagaan anda.
Bukan hanya sebatas kekeringan, dan kelaliman para pengusa, akan bahkan perbuatan curang dalam perniagaan adalah salah satu sebab dibinasakannya kaum Madyan, yaitu umat Nabi Syu’aib ‘alaihis salaam, sebagaimana diceritakan dalam Al Qur’an Al Karim. (Kisah mereka disebutkan dalam Al Qur’an Al Karim surat Al A’araf 85-91, surat Hud 84-95, As Syu’ara’ 176-190)
Allah Ta’ala berfirman:
أَوْفُوا الْكَيْلَ وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُخْسِرِينَ . وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ . وَلاَ تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءهُمْ وَلاَ تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ . الشعراء 181-183
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; (182) dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (Qs. As Syu’ara’: 181-183)
3. Menyembunyikan cacat dan kekurangan barang.
Di antara ulah sebagian pedagang yang tidak mencerminkan akan keimanannya kepada Allah dan hari akhir ialah perbuatan menyembunyikan cacat dan kekurangan barang.
Berbagai trik dan cara ditempuh oleh para pemuja harta kekayaan guna menyembunyikan cacat barang. Apapun yang anda lalukan, selama itu bertujuan untuk menyembunyikan kekurangan barang dagangan anda, maka itu adalah perbuatan tercela.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم: مر على صبرة طعام فأدخل يده فيها، فنالت أصابعه بللا، فقال: ما هذا يا صاحب الطعام؟ قال: أصابته السماء يا رسول الله! قال: أفلا جعلته فوق الطعام كي يراه الناس، من غش فليس مني. رواه مسلم
Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu saat melewati seonggokan bahan makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam bahan makanan tersbeut, lalu jari-jemari beliau merasakan sesuatu yang basah, maka beliau bertanya: “Apakah ini wahai pemilik bahan makanan?” Ia menjawab: “Terkena hujan, ya Rasulullah!” Beliau bersabda: “Mengapa engkau tidak meletakkannya dibagian atas, agar dapat diketahui oleh orang, barang siapa yang mengelabuhi maka bukan dari golonganku.” (Riwayat Muslim)
Karenanya, sudah saat bagi anda untuk senantiasa bersikap transparan dalam perniagaan anda. Jelaskan apa adanya, kabarkan sebagaimana yang anda ketahui, niscaya Allah akan memberkahi perniagaan anda.
Demikian, semoga apa yang disampaikan di sini bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan kejujuran kepada diri kita, dalam tutut kata, perbuatan dan lainnya, amiiin.
***
Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Artikel www.pengusahamuslim.com




Bagikan

10 Akhlak Pebisnis Muslim

Hendaknya seorang pebisnis muslim memiliki akhlak-akhlak berikut ini, agar dalam menjalankan bisnisnya, dia mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.



Pertama: Niat yang Benar
Dengan niat yang benar perbuatan mubah semisal jual beli bisa berubah menjadi bernilai pahala. Sehingga seluruh sisi kehidupan seorang muslim bernilai ibadah dan ketaatan.
Niat yang benar dalam hal ini adalah menginginkan kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain. Niat baik untuk diri sendiri berupa menjaga diri dari kengkomsumsi harta yang haram, menjaga kehormatan sehingga tidak meminta-minta, menguatkan diri sehingga bisa melakukan ketaatan kepada Allah, menjaga jalinan silaturahmi, berbuat baik dengan kerabat dan niat-niat baik yang lain.
Niat baik untuk orang lain berupa ikut berperan serta memenuhi hajat hidup orang banyak yang merupakan suatu hal yang bernilai fardu kifayah, membuka lapangan kerja untuk orang lain, berperan serta untuk membebaskan umat dari sikap bergantung kepada orang lain dan lain-lain.
Niat adalah perdagangan orang-orang yang berilmu. Artinya nilai sebuah amal bisa berlipat ganda disebabkan pelakunya menyatukan beberapa niat baik dalam waktu yang bersamaan. Sungguh itu adalah suatu yang mudah bagi orang yang Allah mudahkan.
Kedua: Akhlak yang Luhur
Di antara akhlak luhur yang sangat diperlukan dalam dunia bisnis adalah jujur, amanah, qana’ah, memenuhi janji, menagih hutang dengan bijak, memberi tempo untuk orang yang kesulitan melunasi hutangnya, memaafkan kesalahan orang lain, menunaikan kewajiban, tidak menipu dan tidak menunda-nunda pelunasan hutang.
Akhlak luhur adalah tiang penegak urusan agama dan dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan misi menyempurnakan akhlak mulia. Orang yang paling baik akhlaknya adalah orang yang paling Nabi cintai dan tempat duduk paling dekat dengan Nabi. Ringkasnya akhlak yang luhur itu memborong semua kebaikan baik dunia maupun akherat. Akhlak luhur yang dimiliki oleh para pedagang memiliki pengaruh yang besar untuk menyebarkan Islam di berbagai daerah di Asia dan Afrika.
Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah bersabda,
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada seorang yang memiliki sikap mudah ketika menjual, membeli dan menagih hutang.” (HR Bukhari no 1970)
Ketiga: Bisnis dalam Hal-Hal yang Baik Saja
Allah telah menghalalkan yang baik-baik saja dan mengharamkan yang buruk-buruk bagi hamba-hamba-Nya. Seorang businessman muslim tidak akan keluar dari bingkai ini meski ada tawaran yang menggiurkan dalam bisnis yang haram. Bisnis dalam hal-hal yang haram seperti khamr, bangkai, daging babi dan transaksi ribawi tidak akan terlintas dalam benak seorang muslim.
Tidaklah diragukan bahwa ini adalah ciri khas businessman muslim, seorang yang seluruh aktivitasnya berangkat dari kaedah halal dan haram serta semua usahanya diniatkan untuk meraih ridha Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah: “tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Qs. Al Maidah: 100)
Keempat: Menunaikan Kewajiban
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ : قَالَ اللَّهُ تَعَالَى ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,
ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
Ada tiga golongan manusia yang aku adalah musuhnya pada hari Kiamat nanti: (1) seorang berjanji dengan menyebut nama-Ku lalu dia melanggar janji, (2) seorang yang menjual orang yang merdeka lalu dia menikmati hasil penjualannya tersebut (3) seorang yang mempekerjakan orang lain setelah orang tersebut bekerja dengan baik upahnya tidak dibayarkan” (HR Bukhari no 2150)
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda,

أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al Albani).
Kewajiban yang paling penting adalah kewajiban terhadap Allah dalam harta para orang kaya. Itulah zakat, setelah itu adalah sedekah dan berbagai sumbangan sosial.
Kelima: Menjauhi riba dan Berbagai Transaksi Terlarang yang Mengantarkan kepada Riba
Keenam: Tidak Memakan Harta Orang Lain Dengan Cara yang Tidak Benar
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS An Nisa’: 29)
Dalam ayat ini Allah melarang hamba-hamba-Nya yaitu orang-orang yang beriman untuk memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar yaitu berbagai cara mendapatkan harta yang terlarang semisal riba, judi, suap dan berbagai perbuatan yang menimbulkan permusuhan dan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.
Ketujuh: Komitmen Dengan Berbagai Peraturan yang Ada

Meski ada beberapa peraturan yang tidak sejalan dengan syariat Islam, businessman muslim akan semaksimal mungkin menghindari berbagai tindakan yang akan menyebabkannya mendapatkan hukuman, bukan karena meyakini bahwa makhluk memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan. Akan tetapi bertitik tolak dari kewajiban yang Allah tetapkan yaitu mencegah mafsadah (kerusakan) dan tidak mencampakkan diri ke dalam kebinasaan.
Kedelapan: Tidak Merugikan Pihak Lain
Bisnisman muslim adalah seorang yang ksatria dalam persaingan bisnis. Dia memiliki prinsip tidak merugikan pihak lain. Dia tidak akan mempermainkan harta untuk merugikan pihak-pihak lain. Dia tidak akan mematok harga yang tinggi karena memanfaatkan kebutuhan orang lain terhadap barang yang dia jual atau karena mengingat dia adalah produsen satu-satunya.
Dari Ma’mar bin Abdullah, Rasulullah bersabda,

لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
“Tidak ada orang yang menimbun barang dagangan melainkan seorang pendosa.” (HR Muslim no 4207)
Kesembilan: Loyal Dengan Orang-Orang yang Beriman

Oleh karena itu, businessman muslim tidak akan mengadakan hubungan dagang dengan pihak-pihak yang secara terang-terangan menyatakan permusuhan dengan Islam dan kaum muslimin.
Kesepuluh: Mempelajari Hukum-Hukum Syar’i Seputar Muamalah

Di antara keyakinan setiap muslim adalah hukum-hukum syar’i itu mencakup semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, khalifah Umar mengusir pedagang yang tidak menguasai hukum jual beli dari pasar kaum muslimin.
***
Ustadz Aris Munandar
Sumber: ustadzaris.com




Bagikan

Kiat-Kiat Agar Rizki Anda Barokah

Pendahuluan
Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, Dzat yang telah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amiin.
Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan dan berdoa untuk mendapatkan keberkahan. Keberkahan dalam umur, keberkahan dalam keluarga, keberkahan dalam usaha, keberkahan dalam harta benda, dll. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya, "Apakah sebenarnya keberkahan itu? Dan bagaimana keberkahan dapat diperoleh?"
Mungkinkah berkah itu hanya terwujud dalam “berkat” yang berhasil kita bawa pulang setiap kali kita menghadiri suatu pesta atau undangan?
Mungkinkah keberkahan itu hanya milik para kiyai, atau tukang ramal, juru-juru kuncen kuburan, sehingga bila salah seorang dari kita memiliki suatu hajatan, ia datang kepada mereka untuk “ngalap berkah”, agar cita-cita kita tercapai? ([1])
“Berkah” atau “Al Barokah” bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa arab atau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, niscaya kita akan mendapatkan bahwa “al Barokah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung. Secara ilmu bahasa, “Al Barokah” berartikan: “Berkembang, bertambah dan kebahagiaan. ([2])
Imam An Nawawi berkata: “Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.” ([3])
Adapun bila ditinjau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, maka “Al Barokah” memiliki makna dan perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna “Al Barokah” dalam ilmu bahasa.
Untuk sedikit mengetahui tentang keberkahan yang dikisahkan dalam Al Qur’an, dan As Sunnah, maka saya mengajak hadirin untuk bersama-sama merenungkan beberapa dalil berikut:
Dalil Pertama:
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ {10} رِزْقًا لِّلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ -
"Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkahi (banyak membawa kemanfaatan) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu taman-taman dan biji-biji tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang tingo-tinggi yang memiliki mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Demikianlah terjadinya kebangkitan." (Qs. Qaaf: 9-11)
Bila keberkahan telah menyertai hujan yang turun dari langit, tanah gersang, kering keronta menjadi subur makmur, kemudian muncullah taman-taman indah, buah-buahan dan biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negri yang dikaruniai Allah dengan hujan yang berkah menjadi negri gemah ripah loh jinawi (kata orang jawa) atau,
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ .
"(Negrimu adalah) negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun." (Qs. Saba': 15)
Demikianlah Allah Ta'ala menyimpulkan kisah bangsa Saba', suatu negri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal sholeh, penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama' ahli tafsir mengisahkan bahwa: dahulu, wanita kaum Saba' tidak perlu untuk memanen buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup membawa keranjang di atas kepalanya, lalu melintas di kebunnya, maka buah-buahan yang telah masak dan berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus bersusah-payah memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.
Sebagian ulama' lain juga menyebutkan bahwa dahulu di negri Saba' tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang bagus, cuacanya yang bersih, dan berkat kerahmatan Allah yang senantiasa meliputi mereka.([4])
Dalil Kedua:
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang berbagai kejadian yang mendahului kebangkitan hari qiyamat, beliau bersabda:
يقال للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون بقحفها، ويبارك في الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة من البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس. رواه مسلم
“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor onta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” (Riwayat Imam Muslim)
Demikianlah ketika rizqi diberkahi Allah, sehingga rizqi yang sedikit jumlahnya, akan tetapi kemanfaatannya sangat banyak, sampai-sampai satu buah delima dapat mengenyangkan segerombol orang, dan susu hasil perasan seekor sapi dapat mencukupi kebutuhan orang satu kabilah.
Ibnul Qayyim berkata: “Tidaklah kelapangan rizqi dan amalan diukur dengan jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari bulan dan tahunnya yang berjumlah banyak. Akan tetapi kelapangan rizqi dan umur diukur dengan keberkahannya.” ([5])
Bila ada yang berkata: Itukan kelak tatkala kiyamat telah dekat, sehingga tidak mengherankan, kerana saat itu, banyak terjadi kejadian yang luar biasa, sehingga apa yang disebutkan pada hadits ini adalah sebagian dari hal-hal tersebut.
Ucapan ini tidak sepenuhnya benar, sebab hal yang serupa –walau tidak sebesar yang disebutkan pada hadits ini- juga pernah terjadi sebelum zaman kita, yaitu pada masa-masa keemasan umat Islam.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: ”Sungguh dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu-pen) lebih banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: “Ini adalah gandum hasil panenan masa keadilan ditegakkan.” ([6])
Seusai kita membaca hadits dan keterangan Imam Ibnul Qayyim di atas, kemudian kita berusaha mencocokkannya dengan diri kita, niscaya yang kita dapatkan adalah kebalikannya, yaitu makanan yang semestinya mencukupi beberapa orang tidak cukup untuk mengenyangkan satu orang, berbiji-biji buah delima hanya mencukupi satu orang,.
Dalil Ketiga:
“Dari sahabat Urwah bin Abil Jaed Al Bariqy radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberinya uang satu dinar agar ia membelikan seekor kambing untuk beliau, maka sahabat Urwah dengan uang itu membeli dua ekor kambing, lalu menjual salah satunya seharga satu dinar. Dan iapun datang menghadap Nabi dengan membawa uang satu dinar dan seekor kambing. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan keberkahan dalam perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia akan mendapatkan keuntungan padanya.” (Riwayat Al Bukhory)
Demikianlah sedikit gambaran tentang peranan keberkahan pada usaha, penghasilan, dan kehidupan manusia, yang digambarkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
Sebenarnya, masih banyak lagi gambaran tentang peranan keberkahan yang disebutkan dalam Al Qur’an atau hadits, hanya karena tidak ingin terlalu bertele-tele, saya cukupkan dengan tiga dalil di atas sebagai contoh, sedangkan sebagian lainnya akan disebutkan pada pembahasan selanjutnya.
Bila demikian adanya, tentu setiap orang dari kita mendambakan untuk mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan, penghasilan dan harta kita. Setiap kita pasti bertanya-tanya: bagaimanakah caranya agar usaha, penghasilan dan harta saya diberkahi Allah?
Sebagaimana peranan keberkahan dalam hidup secara umum, dan dalam usaha serta penghasilan, telah banyak diulas dalam Al Qur’an dan Hadits, demikian juga persyaratan dan metode mendapatkannya. Berikut saya akan sebutkan beberapa persyaratan dan metode tersebut:
1. Iman kepada Allah.
Inilah syarat pertama dan terbesar agar rizqi kita diberkahi Allah, yaitu dengan merealisasikan keimanan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
"Andaikata penduduk negri-negri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Qs. Al A'raf: 96)
Demikianlah imbalan Allah kepada orang-orang yang beriman dari hamba-hamba-Nya. Dan sebaliknya, orang yang kufur dengan Allah Ta'ala, niscaya ia tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.
Diantara perwujudan iman kepada Allah Ta'ala yang berkaitan dengan penghasilan ialah dengan senantiasa yakin dan menyadari bahwa rizqi apapun yang kita peroleh ialah atas karunia dan kemurahan Allah semata, bukan atas jerih payah atau kepandaian kita. Yang demikian itu karena Allah Ta'ala telah menentukan jatah rizqi setiap manusia semenjak ia masih berada dalam kandungan ibunya. ([7])
Bila kita pikirkan diri dan negri kita, niscaya kita dapatkan buktinya, setiap kali kita mendapatkan suatu keberhasilan, maka kita lupa daratan, dan merasa itu adalah hasil dari kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi kegagalan atau bencana kita menuduh alam sebagai dalangnya, dan kita melupakan Allah Ta’ala.
Ketika Aceh ditimpa musibah Sunami, kita menuduh alam sebagai penyebabnya, yaitu dengan mengatakan itu karena akibat dari pergerakan atau benturan antara lempengan bumi ini dengan lempengan bumi itu, dst. Ketika musibah lumpur di porong menimpa kita, kita rame-rame menuduh alam dengan mengatakan itu dampak dari gempa yang menimpa wilayah Jogjakarta dan sekitar. Ketika banjir melanda Jakarta, kita rame-rame menuduh alam, dengan berkata: siklus alam, atau yang serupa.
Jarang diantara kita yang mengembalikan semua itu kepada Allah Ta’ala, sebagai teguran atau cobaan atau mungkin juga sebagai azab. Bahkan orang yang berfikir demikian akan dituduh kolot, kampungan tidak ilmiyah, atau malah dianggap sebagai teroris dst.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah)." (Qs. Ar Rum: 41)
"Dari sahabat Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu 'anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kita shalat subuh di Hudaibiyyah dalam keadaan masih basah akibat hujan tadi malam. Seusai beliau shalat, beliau menghadap kepada para sahabatnya, lalu berkata: "Tahukah kalian apa yang difirmankan oleh Tuhan kalian?" Mereka menjawab: "Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau bersabda: "Allah berfirman: Ada sebagian dari hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan kafir. Adapun orang yang berkata: Kita telah dihujani atas karunia dan rahmat Allah, maka itulah orang yang beriman kepada-Ku dan kufur dengan bintang. Dan orang yang berkata: kita dihujani atas pengaruh bintang ini dan itu, maka itulah orang yang kufur dengan-Ku dan beriman dengan bintang." (Muttafaqun 'alaih)
Bila demikian adanya, maka mana mungkin Allah akan memberkahi kehidupan kita?! Bukankah pola pikir semacam ini adalah pola pikir yang menyebabkan Qarun diazab dengan ditelan bumi?!
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak harta kumpulannya. (Qs. Al Qashash: 78)
Di antara perwujudan nyata iman kepada Allah dalam hal rizqi, ialah senantiasa menyebut nama Allah Ta'ala ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan:
Dari sahabat 'Aisyah radhiallahu 'anha: bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang arab baduwi, lalu ia menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membaca Basmallah-pen), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian." (Riwayat Ahmad, An Nasai dan Ibnu Hibban)
Pada hadits lain Nabi bersabda:
أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إذا أتى أَهْلَهُ وقال: بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا، فَرُزِقَا وَلَدًا، لم يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ
Ketahuilah bahwa salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata: "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkanlah syetan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami", kemudia mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut-pen) niscaya anak itu tidak akan diganggu syetan. (Riwayat Bukhory)
Demikianlah peranan iman kepada Allah, yang terwujud pada menyebut nama-Nya ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan dalam mendatangkan keberkahan pada harta dan anak keturunan.
2. Amal Sholeh.
Yang dimaksud dengan amal sholeh ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan syari'at yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketaqwaan yang menjadi persyaratan datangnya keberkahan, sebagaimana ditegaskan pada ayat di atas. Dan juga ditegaskan pada janji Allah berikut:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan Amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (Qs. An Nur: 55)
Tatkala Allah Ta'ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman:
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُواْ التَّوْرَاةَ وَالإِنجِيلَ وَمَا أُنزِلَ إِلَيهِم مِّن رَّبِّهِمْ لأكَلُواْ مِن فَوْقِهِمْ وَمِن تَحْتِ أَرْجُلِهِم
"Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (Al Qur'an) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka." (Qs. Al Maidah: 66)
Ulama' ahli tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki" ialah Allah akan melimpahkan kepada mereka rizqi yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih lesu dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidupnya. ([8])
Dan bila kita telah mendapatkan kemudahan hidup dari atas dan bawah kita, niscaya kehidupan kita akan penuh dengan kebahagiaan, kedamaian, ketentraman dan keberhasilan.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
"Barang siapa yang beramal sholeh, baik lelaki maupun perempuan sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Qs. An Nahl: 97)
Ibnu Katsir rahimahullah ketika menyebutkan hadits di atas tentang dikembalikannya keberkahan bumi, beliau menyatakan: "Tidaklah hal itu terjadi melainkan atas keberkahan penerapan syari'at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap kali keadilan ditegakkan, niscaya keberkahan dan kebaikan menjadi melimpah ruah."
Diantara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal sholeh ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut Khidir menegakkan tembok pagar yang hendak roboh; guna menjaga agar harta warisan yang di miliki oleh dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut, sehingga tidak nampak dan diambil oleh orang lain. Allah Ta'ala berfirman:
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ
"Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-mu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhan-mu." (Qs. Al Kahfi: 82)
Ulama' tafsir menyebutkan bahwa ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yang sholeh bukanlah ayah langsung kedua anak tersebut, akan tetapi kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang sholeh akan dijaga, dan keberkahan amal sholehnya akan meliputi mereka di dunia, dan di akhirat. Ia akan memberi syafa'at kepada mereka dan derajatnya akan ditinggikan ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an dan As Sunnah." ([9])
Akan tetapi sebaliknya, bila kita enggan untuk beramal sholeh, atau bahkan mengamalkan kemaksiatan, maka yang kita petikpun juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
"Dan barang siapa berpaling dari beribadah kepada-Ku/peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Qs. Thaaha: 124)
Ulama' ahli tafsir menyebutkan bahwa orang-orang yang berpaling dari mengingat Allah dengan beribadah kepada-Nya, maka kehidupannya akan senantiasa dirundung kesedihan dan duka. Yang demikian karena mereka senantiasa disiksa oleh ambisi menumpuk dunia, sifat kikir yang senantiasa membakar hatinya, dan rasa takut akan kematian yang senantiasa menghantuinya ([10])
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ. رواه أحمد وابن ماجة والحاكم وغيرهم
“Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizqinya akibat dari dosa yang ia kerjakan.” (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim dll).
Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilintasi oleh rombongan pengusung janazah, spontan berliau bersabda:
“Apakah ia orang yang beristirahat atau diistirahati darinya?" Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan orang yang beristirahat atau diistirahati darinya?" Beliau menjawab: "Seorang hamba yang beriman, akan beristirahat (dengan kematian) dari kepayahan dunia dan gangguanya. Sedangkan seorang hamba yang keji (fajir), para manusia, negri, pepohonan dan binatang akan teristirahatkan darinya." (Muttafaqun ‘alaih)
مستريح ومستراح منه؟ قالوا: يا رسول الله، ما المستريح والمستراح منه؟ قال : (العبد المؤمن يستريح من نصب الدنيا وأذاها إلى رحمة الله، والعبد الفاجر يستريح منه العباد والبلاد والشَّجر والدَّواب.) متفق عليه
Ulama’ pensyarah hadits ini menyatakan: “Teristirahatakannya negri dan pepohonan dari orang keji ialah teristirahatkannya itu semua dari dampak kemaksiatan yang ia lakukan, karena kemaksiatannya itu adalah biang terjadinya kekeringan, sehingga menyebabkan tetumbuhan dan binatang menjadi binasa.”
Ibnul Qayyim berkata: “Dan diantara hukuman perbuatan maksiat ialah: kemaksiatan akan menghapuskan keberkahan umur, rizqi, ilmu, amalan, amal ketaatan. Dan secara global kemaksiatan menjadi penghapus keberkahan setiap urusan agama dan dunia. Karenanya tidaklah akan engkau dapatkan orang yang umur, agama, dan dunianya paling sedikit keberkahannya dibanding orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah. Tidaklah keberkahan dihapuskan dari bumi kecuali dengan sebab perbuatan maksiat manusia.” ([11]
Diantara contoh nyata akibat buruk yang harus diderita oleh manusia dari dicabutnya keberkahan dari kehidupannya ialah membusuknya daging, dan basinya makanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لولا بنو إسرائيل لم يخبث الطعام ولم يخنز اللحم. متفق عليه
“Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Isra’il, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk.” (Muttafaqun ‘alaih)
Para ulama’ menjelaskan bahwa tatkala Bani Isra’il diberi rizqi oleh Allah Ta’ala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi mereka melanggar perintah ini, dam mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, dan kemudian mereka simpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah menghukumi mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk. ([12])
Al Munawi berkata: “Hadits ini adalah suatu isyarat yang menunjukkan bahwa membusuknya daging merupakan hukuman atas bani Israil, akibat mereka kufur terhadap kenikmatan Allah. Yaitu tatkala mereka menyimpan daging burung puyuh, sehingga menjadi busuk, padahal Allah telah melarang mereka dari hal itu, dan sebelum kejadian itu, daging tidak pernah membusuk.”([13])
Berikut beberapa amal sholeh yang nyata-nyata mendatangkan keberkahan pada harta:
A. Mensyukuri Segala Nikmat.
Tiada kenikmatan -apapun wujudnya- yang dirasakan oleh manusia di dunia ini, melainkan datangnya dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu Allah Ta’ala mewajibkan atas mereka untuk senantiasa bersyukur kepadanya, yaitu dengan senantiasa mengingat bahwa kenikmatan tersebut datangnya dari Allah, kemudian ia mengucapkan hamdalah, dan selanjutnya ia menafkahkannya di jalan-jalan yang di ridhoi Allah. Orang yang telah mendapatkan karunia untuk dapat bersyukur demikian ini, akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipat gandakan untuknya kenikmatan:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengumandangkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Qs. Ibrahim: 7)
Dan pada ayat lain Allah Ta'ala berfirman:
وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
"Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri." (Qs. An Naml: 40)
Imam Al Qurthuby berkata: "Tidaklah manfaat syukur akan didapat selain oleh pelakunya sendiri, dimana dengannya ia berhak mendapatkan kesempurnaan dari ni'mat yang ia dapat, dan nikmat tersebut akan kekal dan ditambah. Sebagaimana syukur juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai." ([14])
Sebagai contoh nyata:
]لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ {15} فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُم بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَى أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِّن سِدْرٍ قَلِيلٍ [ سبأ 15-16
"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan disebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugrahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negrimu) adalah negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan pohon bidara." (Qs. Saba': 15-16).
Tatkala kaum Saba' masih dalam keadaan makmur dan tentram, Allah Ta'ala hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan bahwa dengan syukur, mereka dapat menjaga kenikmatan mereka dari bencana, dan mendatangkan kenikmatan lain yang belum pernah mereka dapatkan.
B. Menunaikan Zakat (Shodaqoh)
Zakat, baik zakat wajib atau sunnah (shodaqoh) adalah salah satu amalan yang menjadi penyebab turunnya keberkahan. Allah Ta'ala berfirman:
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Qs. Al Baqarah: 276)
Pada ayat lain, Allah berfirman:
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tidap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan bagi orang yang Ia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui." (Qs. Al Baqarah: 261)
Pada ayat lain Allah berfirman:
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimispun (memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat." (Qs. Al Baqarah: 265)
Pada ayat lain, Allah berfirman:
وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُون
"Dan sesuatu riba yang engkau berikan agar bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah . Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai Wajah Allah (keridhoan-Nya), maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan." (Qs. Ar Rum: 39)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
"Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berucap (berdoa): Ya Allah, berilah orang yang berinfaq pengganti, sedangkan yang lain berdoa : Ya Allah timpakanlah kepada orang yang kikir (tidak berinfaq) kehancuran." (Muttafaqun 'alaih)
Pada hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ. رواه مسلم
"Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba dengan memaafkan melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu'/merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya." (Muslim)
Para ulama' menjelaskan maksud hadits ini dengan menyebutkan dua penafsiran:
1. Maksudnya Allah akan memberkahi hartanya, dan menjaganya dari kerusakan, sehingga kekurangan yang terjadi dapat tertutupi dengan turunnya keberkahan. Hal ini dapat dirasakan langsung dan juga dapat dilihat contohnya di masyarakat.
2. Walaupun secara hitungan harta berkurang, akan tetapi pahala yang berlipat ganda dapat menutupi kekurangan tersebut, bahkan melebihinya. ([15])
Makna kedua ini selaras dengan hadits berikut:
“Anak keturunan Adam (senantiasa) berkata: 'Hartaku, hartaku!' Apakah engkau wahai anak Adam mendapatkan bagian dari hartamu selain yang engkau makan sehingga engkau habiskan, atau engkau pakai sehingga engkau rusakkan atau yang engkau shadakohkan sehingga engkau sisakan (untuk kehidupan akhirat)” (Muslim)
يقول ابن آدَمَ: مَالِي مَالِي قال: وَهَلْ لك يا بن آدَمَ من مَالِكَ إلاَّ ما أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أو لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أو تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ رواه مسلم.
Walau demikian, kedua penafsiran di atas sama-sama benar adanya, dan tidak saling bertentengan.
C. Bekerja mencari rizqi dengan hati yang qona’ah tidak dipenuhi oleh ambisi dan keserakahan.
Sifat qonaah dan lapang dada dengan pembagian Allah Ta’ala adalah kekayaan yang tidak ada bandingnya. Dahulu orang berkata:
“Bila engkau memiliki hati yang qona’ah, maka engkau dan pemilik dunia (kaya raya) adalah sama”.
إذا كنت ذا قلب قنوع، فأنت وصاحب الدنيا سواء.
“Qona’ah adalah harta karun yang tidak akan pernah sirna.”
القناعة كنز لا يفنى
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan keadaan orang yang dikaruniai sifat qonaah dengan sabdanya:
من أصبح منكم آمنا في سربه معافى في جسده عنده قوت يومه ؛ فكأنما حيزت له الدنيا بحذافيرها.رواه الترمذي وابن ماجة والطبراني وابن حبان والبيهقي.
“Barang siapa dari kalian yang merasa aman di rumahnya, sehat badannya, dan ia memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan telah dikumpulkan untuknya dunia beserta isinya.” (Riwayat At-Tirmizy, Ibnu Majah, At Thobrany, Ibnu Hibban dan Al Baihaqy)
Al Munawi rahimahullah berkata: “Maksud hadits ini, barang siapa yang terkumpul padanya: kesehatan badan, jiwanya merasa aman kemanapun ia pergi, kebutuhan hari tersebut tercukupi dan keluarganya dalam keadaan selamat, maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh jenis kenikmatan, yang siapapun berhasil menguasai dunia tidaklah akan mendapatkan kecuali hal tersebut.” ([16])
Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qona’ah, dan keridhoan dengan segala rizqi yang Allah turunkan untuknya, maka keberkahan akan dianugrahkan kepadanya:
إن اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يبتلي عَبْدَهُ بِمَا أَعْطَاهُ فَمَنْ رضي بِمَا قَسَمَ الله عز وجل له بَارَكَ الله له فيه وَوَسَّعَهُ وَمَنْ لم يَرْضَ لم يُبَارِكْ له ولم يزده على ما كتب له. رواه أحمد والبيهقي وصححه الألباني
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizqi yang telah Ia berikan kepadanya. Barang siapa yang ridho dengan pembagian Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barang siapa yang tidak ridho (tidak puas), niscaya rizqinya tidak akan diberkahi.” (Riwayat Imam Ahmad dan dishohihkan oleh Al Albany)
Al Munawi dalam kitab Faidhul Qadir menyebutkan: “Bahwa penyakit ini, (yaitu: tidak puas dengan apa yang telah Allah karuniakan kepadanya-pen) telah banyak didapatkan pada pemuja dunia, sehingga engkau dapatkan salah seorang dari mereka meremehkan rizqi yang telah dikaruniakan untuknya, merasa hartanya itu sedikit, buruk, serta mengagumi rizqi orang lain dan menggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh karenanya ia akan senantiasa banting tulang untuk menambah hartanya, hingga akhirnya habislah umurnya, sirnalah kekuatannya, dan iapun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang tergapai dan rasa letih. Dengan itu ia telah menyiksa tubuhnya, mengelamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal ia tidaklah akan memperoleh selain apa yang telah Allah tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya ia meninggal dunia dalam keadaan pailit, ia tidak mensyukuri apa yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan.” ([17])
Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga kehormatan agama dan dirinya dalam setiap usaha yang ia tempuh guna mencari rizqi. Sehingga seorang muslim tidak akan menempuh melainkan jalan-jalan yang dihalalkan dan dengan tetap menjaga kehormatan dirinya.
Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhu, ia mengisahkan: Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda: "Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tamak atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di bawah." Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: Kemudian aku berkata: "Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga aku meninggal dunia." (Muttafaqun ‘alaih)
Hadits ini menunjukkan bahwa sifat qona’ah, peras keringat sendiri untuk memenuhi kebutuhan, serta menempuh jalan yang baik ketika mencari rizqi akan senantiasa diiringi dengan keberkahan. Dan bahwa orang yang mencari harta kekayaan dengan ambisi dan keserakahan, sehingga ia tidak mengumpulkan dengan cara-cara yang dibenarkan, niscaya harta kekayaannya tidak akan pernah diberkahi, bahkan akan dihukumi dengan dihalangi dirinya dari kemanfaatan harta yang telah ia kumpulkan ([18])
Pada hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh nyata bagi pekerjaan yang terhormat dan tidak merendahkan martabat diri:
“Sungguh demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kamu membawa talinya, kemudian ia mencari kayu bakar dan memanggulnya di atas punggunya, lebih baik baginya daripada ia mendatangi orang lain, kemudian meminta-minta kepadanya, baik ia diberi atau tidak.” (Riwayat Bukhory)
وَالَّذِي نَفْسِي بيده لَأَنْ يَأْخُذَ أحدكم حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ على ظَهْرِهِ خَيْرٌ له من أَنْ يَأْتِيَ رَجُلًا فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أو مَنَعَهُ.
Pada hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan wujud lain dari penjagaan terhadap kehormatan diri dan agama seseorang ketika bekerja, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من طلب حقا فليطلبه في عفاف واف أو غير واف.رواه الترمذي وابن ماجه وابن حبان والحاكم
“Barang siapa yang menagih haknya, hendaknya ia menagihnya dengan cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya atau tidak.” (Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim)
Diantara metode yang diajarkan oleh Islam kepada umatnya agar usahanya diberkahi Allah Ta’ala dan mendatangkan keberhasilan ialah dengan menggunakan modal yang diperoleh dari jalan yang baik, serta diperoleh tanpa ambisi dan keserakahan:
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari hendak memberi umar bin Khatthab radhiallahu 'anhu suatu pemberian, kemudaian Umar berkata kepada beliau: "Ya Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkannya daripada aku." Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Ambillah, lalu gunakanlah sebagai modal, atau sedekahkanlah, dan harta yang datang kepadamu sedangkan engkau tidak berambisi mendapatkannya tidak juga memintanya, maka ambillah, dan harta yang tidak datang kepadamu, maka janganlah engkau berambisi untuk memperolehnya.” Oleh karena itu dahulu Abdullah bin Umar tidak pernah meminta kepada seseorang dan tidak pernah menolak sesuatu yang diberikan kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
D. Istighfar/Bertaubat dari segala dosa.
Sebagaimana halnya perbuatan dosa adalah salah satu penyebab terhalangnya rizqi dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat dan istighfar adalah salah satu penyebab rizqi datang dan diberkahi. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh nabi Nuh ‘alaihissalam kepada umatnya:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا {10} يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا {11} وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا
Maka aku katakan kepada mereka: "Beristighfarlah kamu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirmkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (Qs. An Nuh: 10-12)
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
"Dan hendaklah kamu beristighfar kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadanya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian) niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tia-tiap orang yangmempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya." (Qs. Huud: 3)
Berdasarkan ayat ini dan juga lainnya ulama' ahli tafsir menjelaskan bahwa diantara manfaat istighfar dan taubat adalah mendatangkan kelapangan rizki, kebahagian hidup, terhindar dari berbagai bentuk petaka dan azab ([19]).
Pada ayat lain dalam surat yang sama, Allah menceritakan tentang Nabi Hud ‘alaihissalam bersama kaumnya:
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ
Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, beristighfarlah kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (Qs. Hud: 52)
Ulama' ahli tafsir menyebutkan, bahwa akibat kekufuran dan perbuatan dosa kaum 'Aad, mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang wanitapun yang bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu nabi Huud 'alaihissalam memerintahkan mereka untuk bertaubat dan beristighfar, karena dengan keduanya Allah akan menurunkan hujan, dan mengaruniai mereka anak keturunan ([20]).
E. Menyambung Tali Silaturrahmi.
Diantara amal sholeh yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup kita ialah menyambung tali silaturrahim, yaitu menjalin hubungan baik dengan setiap orang yang terjalin antara kita dan mereka hubungan nasab.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. متفق عليه
“Barang siapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim.” (Muttafaqun ‘alaih).
Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya ialah umurnya diberkahi, diberi taufiq untuk beramal sholeh, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi kehidupannya di akhirat, dan terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah Ta’ala. ([21])
Sebagian dari kita -bila mendapatkan keberhasilan dalam usaha, sehingga memiliki rizqi yang berlebih dari kebutuhan- bukannya menyambung tali silaturrahim, akan tetapi malah memutusnya. Banyak dari kita yang siap untuk menjalin hubungan dengan siapapun, terkecuali dengan kerabat sendiri. La haula walaa quwwata illa billah.
F. Mencari Rizqi dari Jalan yang Halal.
Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta kita ialah harta tersebut diperoleh dari jalan-jalan yang halal.
“Janganlah kamu merasa bahwa rizqimu telat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya rizqi terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.” (Riwayat Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim)
لا تستبطئوا الرزق ، فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب: أخذ الحلال، وترك الحرام.
Diantara hal yang akan menghapuskan keberkahan ialah berbagai bentuk praktek riba:
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Qs. Al Baqarah 276)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Ia akan memusnahkan riba, maksudnya bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian pemilik riba tidak mendapatkan kemanfaatan harta ribanya, bahkan Allah akan membinasakannya dengan harta tersebut dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah akan menyiksanya akibat harta tersebut." ([22])
Penafsiran Ibnu Katsir ini semakna dengan hadits berikut:
إن الربا وإن كثر، عاقبته تصير إلى قل. رواه أحمد الطبراني والحاكم وحسنه الحافظ ابن حجر والألباني
“Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya akan menjadi sedikit.” (Riwayat Imam Ahmad, At Thabrany, Al Hakim dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al Albany)
Bila kita mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek-praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah ruah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.
Diantara profesi atau pekerjaan yang diharamkan dan menghapuskan keberkahan dari penghasilan kita ialah sumpah palsu ketika bertransaksi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ .متفق عليه
“Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris dan menghapuskan keberkahan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Diantara metode mencari rizqi yang diharamkan dan tidak diberkahi ialah metode minta-minta, sebagaimana dikisahkan pada hadits berikut:
Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhu, ia mengisahkan: Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda: "Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak bauh yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tamak atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di bawah." Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: Kemudian aku berkata: "Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga aku meninggal dunia." (Muttafaqun ‘alaih)
Pada hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dari dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta dengan bersabda:
ما يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ الناس حتى يَأْتِيَ يوم الْقِيَامَةِ ليس في وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ. متفق عليه
“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari kiamat, dalam keadaan tidak sekerat dagingpun melekat di wajahnya.” (Muttafaqun ‘alaih) ([23])
G. Bekerja di waktu pagi.
Diantara metode agar keberkahan dari Allah dapat kita peroleh ialah dengan memupuk subur semangat untuk hidup sehat dan produktif serta menyingkirkan sejauh-jauhnya sifat malas. Yang demikian itu dengan cara memanfaatkan setiap waktu yang Allah karuniakan kepada kita pada hal-hal yang berguna dan mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita. Dan diantara waktu yang paling bagus untuk bekerja dan mencari rizqi ialah waktu pagi, oleh karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اللهم بارك لأمتي في بكورها. رواه أبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجة وصححه الألباني
“Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka.” (Riwayat Abu Dawud, At Tirmizy, An Nasai, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani)
Para pensyarah hadits ini menyatakan bahwa hikmah dikhususkannya waktu pagi dengan doa keberkahan, adalah karena waktu pagi adalah waktu dimulainya berbagai aktifitas manusia, dan padanya seseorang merasakan semangat dan selesai dari beristirahat, oleh karenanya beliau mendoakan keberkahan pada waktu ini agar seluruh umatnya mendapatkan bagian dari doanya.
Sebagai penerapan langsung dari doanya ini, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mengutus pasukan perang, beliau mengutusnya pada pagi hari, sehingga pasukan & dan peperangan tersebut menjadi pasukan dan peperangan yang diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.
Contoh nyata kedua dari keberkahan waktu pagi ialah apa yang dilakukan oleh sahabat Shokher Al Ghomidy, beliau adalah sahabat yang meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah seorang pedagang, setelah ia mendengarkan hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam iapun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya melainkan pada pagi hari, dan benar, keberkahan Allah dapat beliau peroleh, sehingga dinyatakan pada riwayat di atas, bahwa perniagaannyapun berhasil, hartanya melimpah ruah.
Berdasarkan hadits inipula sebagian ulama’ menyatakan bahwa tidur pada pagi hari adalah makruh hukumnya.
Hadits di atas juga merupakan bukti nyata bahwa agam Islam tidak mengajarkan kepada umatnya untuk hidup bermalas-malasan, lemah semangat, dan rendah cita-cita. Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya untuk hidup produktif, bermanfat, baik untuk diri sendiri atau orang lain, dan berjiwa besar dengan mewujudkan cita-citanya walau setinggi langit.
(على كل مسلم صدقة. قيل: أرأيت إن لم يجد؟ قال: يعتمل بيديه فينفع نفسه ويتصدق. قال: قيل: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يعين ذا الحاجة الملهوف. قال: قيل له: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يأمر بالمعروف أو الخير. قال: أرأيت إن لم يفعل؟ قال: يمسك عن الشر، فإنها صدقة). رواه مسلم
“Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah." Dikatakan kepada beliau: "Bagaimana bila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan juga bersedekah." Dikatakan lagi kepadanya: "Bagaiman apabila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia membantu orang yang benar-benar dalam kesusahan." Dikatakan lagi kepada beliau: "Bagaimana bila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia memerintahkan dengan yang ma’ruf atau kebaikan." Penanya kembali berkata: "Bagaimana bila ia tidak (mampu) melakukannya?" Beliau menjawab: "Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka sesungguhnya itu adalah sedekah." (Riwayat Muslim)
Dan pada hadits lain, beliau bersabda:
المؤمن القوي خير وأحب إلي الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير. احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا، لكان كذا وكذا، ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان. رواه مسلم
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibanding seorang mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat kebaikan. Senantiasa berusahalah untuk melakukan segala yang berguna bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah engkau menjadi lemah. Dan bila engkau ditimpa sesuatu, maka janganlah engkau berkata: seandainya aku berbuat demikian, demikian, niscaya akan terjadi demikian dan demikian, akan tetapi katakanlah: Allah telah mentaqdirkan, dan apa yang Ia kehendakilah yang akan Ia lakukan, karena ucapan 'seandainya' akan membukakan (pintu) godaan syetan.” (Muslim)
Masih banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seorang muslim. Apa yang telah saya paparkan di atas hanyalah sebagai contoh. Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq dan keberkahan-Nya kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya pribadi dan setiap orang yang mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila pada pemaparan saya di atas ada kesalahan, maka itu adalah dari saya dan syetan, sehingga saya beristighfar kepada Allah, dan bila ada kebenaran, maka itu semua atas taufiq dan ‘inayah-Nya. Wallahu a’alam bis showaab.
-------------------------
Footnote:
[1] ) Ngalap berkah semacam ini adalah perbuatan yang diharamkan dalam Islam, karena keberkahan itu hanyalah milik Allah Ta’ala. Keberkahan yang terdapat pada selain para Nabi ‘alaihimussalaam adalah keberkahan yang diperoleh karena iman dan amalannya. Dengan demikian setiap orang yang beriman dan beramal sholeh, memiliki keberkahan sebesar iman dan amal sholehnya. Diantara dalil yang menunjukkan akan hal ini, ialah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
“Sesungguhnya diantara pepohonan ada pohon yang keberkahannya serupa dengan keberkahan seorang muslim.” (Riwayat Bukhory).
Para ulama’ menjelaskan bahwa keberkahan/kemanfaatan pohon kurma, serupa dengan keberkahan/ kemanfaatan seorang muslim, yaitu bersifat umum, sehingga dapat dirasakan dalam segala situasi dan kondisi dan dimanapun. (Lihat Fathul Bari 1/145-146)
Oleh karena itu metode untuk mendapatkan keberkahan seorang muslim ialah dengan meneladani iman dan amal sholehnya, bukan dengan mencium tangan, atau meminum bekas air minumnya, atau lainnya. Untuk lebih mengetahui tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permaslahan tabarruk, silahkan baca kitab: Taisir Al Aziz Al Hamid, oleh Syeikh Sulaiman bin Abdillah hal 174-186.
[2] ) Al Misbah Al Munir oleh Al Faiyyumy 1/45, Al Qomus Al Muhith oleh Al Fairuz Abadi 2/1236, & Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur 10/395.
[3] ) Syarah Shohih Muslim oleh An Nawawi 1/225.
[4] ) Tafsir Ibnu Katsir 3/531.
[5] ) Al Jawabul Kafi karya Ibnu Qayyim 56.
[6] ) Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim 4/363 & Musnad Imam Ahmad bin Hambal 2/296.
[7] ) Disebutkan dalam suatu hadits:
“Sesungguhnya salah seorang dari kamu disatukan penciptaannya di dalam kandungan ibunya selama empat puluh hari berupa nuthfah, kemudian berubah menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian berubah menjadi segumpal daging selama itu juga, kemudian Allah akan mengutus seorang malaikat, lalu malaikat itu diperintahkan dengan empat kalimat, dan dikatakan kepadanya: “Tulislah amalannya, rizqinya, ajalnya dan apakah ia sengsara atau bahagia, kemudian ia diperintahkan untuk meniupkan ruh padanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
[8] ) Baca Tafsir Ibnu Katsir 2/76.
[9] ) Tafsir Ibnu Katsir 3/99.
[10] ) Baca Adhwa’ul Bayan oleh Syeikh Muhammad Al Amin As Syinqithy 4/197.
[11] ) Al Jawabul Kafi 56.
[12] ) Ma’alim At Tanzil, oleh Al Baghawy 1/97, Syarah Shahih Muslim oleh Imam An Nawawi 10/59, & Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 6/411.
[13] ) Faidhul Qadir 5/437.
[14] ) Tafsir Al Qurthuby 13/206.
[15] ) Lihat Syarah Muslim oleh An Nawawi 8/399, dan Faidhul Qadir 5/642.
[16] ) Faidhul Qadir oleh Al Munawi 9/387.
[17] ) Idem 2/236.
[18] ) Syarah Shohih Bukhori oleh Ibn Batthol 3/48.
[19] ) Baca Tafsir Al Qurthuby 9/4, & Adhwaaul Bayan 2/267.
[20] ) Baca Tafsir At Thobary 15/359, dan Tafsir Al Qurthuby 9/51.
[21] ) Syarah Muslim oleh Imam An Nawawi 8/350 & ‘Aunul Ma’bud 4/102.
[23] ) Bagi yang ingin mendapatkan penjelasan yang lebih luas tentang hukum meminta-minta, silahkan baca buku: “Haramnya meminta-minta” karya Syeikh Muqbil bin hadi Al Wadi’i rahimahullah.
إنَّ من الشجر لما بركته كبركة المسلم. رواه البخاري إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نطفة ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَبْعَثُ الله مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، وَيُقَالُ له: اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أو سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فيه الرُّوحُ متفق عليه
[22] ) Tafsir Ibnu Katsir 1/328.
agikan

Biden: AS Ingin Militer Israel Dominasi Timur Tengah

Biden: AS Ingin Militer Israel Dominasi Timur Tengah
TEL AVIV – Dalam sebuah kunjungan ke Israel, wakil presiden AS Joe Biden ingin mengingatkan Israel bahwa dengan bantuan militer melimpah yang mereka terima dari Washington, maka Israel tidak perlu khawatir mengenai program nuklir Iran. Biden, yang tiba pada hari Senin waktu setempat, sedianya memperingatkan Israel agar tidak menyerbu situs-situs nuklir Iran, khususnya karena negara-negara kuat dunia tengah mengupayakan penjatuhan sanksi baru untuk Iran.
Dalam sebuah wawancara dengan harian terkemuka Israel, Yedioth Ahronoth, Biden meyakinkan Tel Aviv bahwa AS akan selalu berada di belakang Israel jika terjadi konfrontasi militer dengan Iran.
“Saya bisa menjanjikan kepada segenap rakyat Israel bahwa sebagai sekutu, kami akan menghadapi ancaman keamanan apapun terhadap Israel. Jika Iran memiliki senjata nuklir, maka hal itu bukan hanya merupakan ancaman bagi Israel, namun juga ancaman bagi Amerika Serikat,” tutur Biden.
Mengenai bantuan militer AS dalam jumlah besar yang dikucurkan untuk Tel Aviv setiap tahunnya, Biden mengatakan bahwa Washington selalu berupaya memastikan bahwa Israel tetap memiliki kekuatan militer terbesar di kawasan Timur Tengah.
Hal tersebut, menurut Biden, seharusnya membuat pikiran Israel lebih tenang sehubungan dengan program nuklir Iran dan menghapuskan keinginan untuk melakukan serangan militer ke negara tersebut.
“Pemerintah Obama telah memberikan bantuan dana militer tahunan sebesar $3 miliar dolar per tahun kepada Israel,” kata Biden. “Kami telah melakukan konsultasi pertahanan, menggandakan upaya untuk memastikan bahwa Israel tetap menjaga keunggulan militernya di kawasan Timur Tengah, meningkatkan latihan gabungan dan kerjasama dalam sistem pertahanan peluru kendali.”
Biden berharap bahwa upaya yang dipimpin Washington untuk menekan Iran, digabungkan dengan sanksi sepihak dari Departemen Keuangan AS, akan cukup untuk menggagalkan rencana nuklir Iran.
Israel, yang kabarnya merupakan satu-satunya rezim yang memiliki senjata nuklir di Timur Tengah, berkeinginan untuk menghancurkan lokasi-lokasi yang dicurigai menjalankan aktivitas nuklir.
Pada tahun 1981, Tel Aviv meledakkan reaktor nuklir Irak, Osirak, dan meluncurkan serangan yang sama terhadap lokasi yang dicurigai sebagai tempat program nuklir terselubung Syria, sebuah klaim yang dibantah keras oleh Damaskus.
Menyusul sejumlah kunjungan mendadak inspektur PBB ke situs-situs nuklir Iran, Badan Energi Atom Internasional membenarkan bahwa tidak ada pengalihan nuklir di Iran.
Namun, AS dan Israel tetap menuding Iran berupaya mengembangkan program nuklir militer, sebuah klaim yang dibantah Iran.
Dalam kunjungan tersebut, Joe Biden mengatakan bahwa ada “peluang nyata” untuk menciptakan perdamaian antara Israel dan Palestina.
Biden berharap kesepakatan untuk memulai pembicaraan tidak langsung akan menjadi pijakan bagi kedua kubu untuk “menghilangkan ketidakpercayaan yang telah terbangun.
Komentar tersebut disampaikan Biden sebelum bertemu dengan para pemimpin pemerintahan Israel.
Beberapa jam sebelum kedatangan Biden, Israel membuat geram Palestina dengan menyetujui pembangunan 122 unit rumah baru di pemukiman ilegal Beitar Illit, Tepi Barat terjajah.
Israel berdalih bahwa pembangunan rumah-rumah tersebut telah disetujui sebelum penangguhan pembangunan pemukiman selama 10 bulan diawali. Israel juga mengklaim bahwa rumah-rumah tersebut merupakan “pengecualian” karena adanya masalah “keamanan” dan infrastruktur.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak melakukan negosiasi langsung dengan pemerintah Israel selama lebih dari satu tahun karena Israel selalu menolak menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem timur. (dm/pv/bc)
Bagikan