Latest Updates

Ketabahan Seorang Wanita yang Menakjubkan

Oleh: Syaikh Mamduh Farhan al Buhairi

Sebuah kisah yang sangat mengagumkan. Pemilik kisah ini berkata: Aku pergi ke kota Jeddah untuk keperluan resmi. Di tengah jalan aku dikejutkan dengan sebuah kecelakaan mobil dan akulah orang yang pertama kali sampai kepadanya. Aku hentikan mobilku, kemudian aku bergegas menuju ke mobil yang bertabrakan tersebut.
Aku berusaha mencari tahu dalam kewaspadaan. Aku melihat ke bagian dalamnya… aku tajamkan penglihatanku… detak jantungku berdetak dengan keras… kedua tanganku gemetaran… kedua kakiku melemas… perasaan haru tengah mencekikku… Kedua air mataku mengalirkan air mata dengan derasnya. Akupun menangis… Sebuah pemandangan yang memilukan, sebuah pemandangan yang membangkitkan perasaan haru sekaligus mengagumkan…
Pengemudi mobil itu terhempas di atas setir mobilnya dalam keadaan sudah menjadi mayat. Matanya terbuka manatap ke langit, dengan mengangkat jari telunjuknya. Gigi-gigi depannya tampak terbuka dengan menampakkan sebuah senyuman yang indah. Wajahnya diliputi oleh jenggot yang tebal, seakan-akan dia adalah matahari di waktu dhuha, dan bulan purnama di tengah malam.
Yang aneh, putri kecilnya terlempar ke punggungnya dengan merangkulkan kedua tangannya di leher ayahnya. Nafasnyapun telah terhenti dan berpamitan dengan kehidupan dunia. La ilaha illallah, aku belum pernah melihat mayar seperti ini… bersih dan tenang. Sinar matahari istiqamah telah menyinari kehidupannya. Jari telunjuknya, mati dengan mentauhidkan Allah. Indahnya senyuman, yang dengannya dia meninggalkan kehidupan. Adapun aku…jauh…jauh…
Aku befikir tentang akhir kehidupan yang indah ini. Penuhlah fikiran-fikiran di dalam kepalaku. Sebuah pertanyaan yang terus berulang di lubuk sanubariku, mengetuk dengan keras… Bagaimana nantinya akhir perjalananku? Dalam keadaan apa nantinya akhir hayatku?
Pertanyaan itu mengetuk hatiku dengan keras. Merobek-robek tabir kelalaianku. Menumpahkan tangis ketakukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Meninggikan suara rintihan. Siapa saja yang melihatku di sana akan mengira bahwa aku mengenali lelaki tersebut, atau memiliki kekerabatan dengannya. Aku menangis seperti tangisan orang yang kehilangan anak. Aku tidak merasakan kehadiran orang-orang di sekitarku.
Keheranan semakin bertambah saat suara seorang wanita meluncur dengan membawa keyakinan yang mendinginkan, menyentuh pendengaran dan mengembalikan kesadaranku: “Wahai akhi, janganlah engkau menangisinya, dia seorang laki-laki shalih, ayolah keluarkan kami dari sini, mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala membalasmu dengan kebaikan.”
Aku menoleh kepadanya, ternyata dia seorang wanita yang duduk di jok belakang mobil tersebut. Dia memeluk dua anak kecil di dadanya, keduanya tidak kurang suatu apa. Dia seorang wanita yang kokoh dalam hijabnya, sekokoh gunung batu yang menjulang. Tenang dalam musibah, sejak kecelakaan itu terjadi menimpa mereka.
Tidak ada tangisan, tidak ada jeritan, dan tidak juga ratapan. Kami mengeluarkan mereka dari mobil. Siapa saja yang melihatku dan melihatnya, tentu akan mengira bahwa akulah yang tertimpa musibah, bukan dia. Dia berkata kepada kami sembari merapikan hijab dan menyempurnakan kehormatannya, dalam keadaan tabah dan ridha dengan qadha qadar Allah Subhanahu wata’ala: “Kalau anda sekalian berkenan, hantarkanlah suami dan putriku menuju rumah sakit terdekat, kemudian bersegeralah untuk memandikan dan memakamkannya, kemudian bawalah aku dan kedua anakku ke rumah kami. Mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala membalas kalian dengan sebaik-baik balasan.”
Sebagian muhsinin segera membawa lelaki dan putrinya menuju rumah sakit terdekat, kemudian menuju pemakaman terdekat setelah memberitahu kerabatnya. Adapun wanita tersebut, maka kami menawarkan kepadanya untuk ikut bersama dengan salah seorang di antara kami menuju rumahnya. Maka dia menolak dengan malu dan teguh: “Tidak, demi Allah, aku tidak akan naik kecuali di dalam kendaraan yang di dalamnya terdapat kaum wanita.” Kemudian dia menjauh dari kami. Dia memegang kedua putranya yang masih kecil. Selama itu pula kami turuti keinginannya dan kami hargai serta agungkan sikapnya.
Berlalulah waktu cukup lama. Kamipun menunggu di atas keadaan yang keras tersebut. Di tanah kosong tersebut. Sementara dia tetap teguh seteguh gunung. Dua jam penuh berlalu, hingga lewatlah sebuah mobil yang di dalamnya terdapat seorang laki-laki dan keluarganya, kamipun memberhentikan mereka. Dan kami kabarkan kepadanya tentang keadaan wanita tersebut, lalu kami meminta kepadanya untuk membawa wanita itu ke rumahnya. Ternyata dia tidak menolak. Aku kembali ke mobilku.
Akupun terkagum dengan ketabahannya yang agung. Keteguhan seorang laki-laki di atas agama dan keistiqamahannya di akhir kehidupannya, yang itu merupakan awal dari jalan menuju akhirat. Ketabahan seorang wanita di atas hijab, dan kehormatannya pada situasi yang sangat berat, kemudian dia bersabar sesabar gunung. Sesungguhnya itu adalah iman. Itu adalah iman…!
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Selesailah kisah yang diceritakannya.*
Allahu akbar. Apakah mereka mampu mengalahkan wanita ini dalam kesabaran dan ketabahannya? Ataukah mereka mampu mengalahkan kemuliaan dan kehormatannya? Demi Allah, sungguh telah terkumpul pada diri wanita tersebut berbagai pujian dari segenap sisi. Sesungguhnya itu adalah sebuah kondisi di  mana kaum laki-laki perkasapun akan menjadi lemah. Akan tetapi cahaya iman dan keyakinanlah yang membuatnya bisa demikian.
Ketabahan yang bagaimana, kesabaran yang bagaimana, dan keyakinan yang bagaimanakah yang lebih besar dari ini? Sesungguhnya kita berharap dia mendapatkan realisasi dari firman Allah subhanahu wata’ala:
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musiba, mereka mengucapkan: Innalillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah: 155-157)
(AR)*
(Diterjemahkan dari Kisah-Kisah Nyata pada www.saaid.net)
Sumber: Majalah Qiblati edisi 04 tahun III 01-2008/ 12-1428



Artikel : hikayahhati.blogspot.com

Thomas Abercrombie, Hidayah di Tanah Suci

Thomas Abercrombie, Hidayah di Tanah Suci
Siang itu bertepatan dengan hari Jumat. Di sebuah masjid di Kota Alma-Ata (Almaty), Kazakhstan, keramaian masih tampak, padahal waktu shalat Jumat telah berlalu.
Di salah satu sudut bangunan masjid, seorang pria paruh baya tampak duduk bersila dikelilingi oleh para jamaah.
Laki-laki itu sedang menceritakan pengalamannya saat menunaikan ibadah haji. Sesekali ia menunjukkan koleksi fotonya saat di Tanah Suci kepada jamaah yang mengerumuninya.
Jamaah yang mengelilinginya tampak terharu mendengar kisah perjalanan pria itu saat menunaikan rukun Islam kelima. Melihat foto-foto Ka’bah, Masjidil Haram, dan orang-orang yang tawaf, banyak dari jamaah masjid itu yang menitikan air matanya.
Mereka berharap mendapatkan berkah dari seorang haji agar memperoleh kesempatan yang sama untuk menjadi tamu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Itulah sepenggal kisah yang dialami Thomas J Abercrombie saat berkunjung ke negara pecahan Uni Sovyet tersebut pada 1972. Tom, begitu pria itu akrab disapa, adalah seorang jurnalis foto majalah National Geographic.
Ia pernah menunaikan ibadah haji dan mempunyai koleksi beberapa foto tentang Makkah dan pelaksanaan ibadah haji. Seperempat juta Muslim mengelilingi Ka’bah untuk berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

“Efek buram pada foto orang-orang yang mengelilingi Ka’bah tepat di tengah menciptakan bayangan tentang gerakan kosmis,”
tulis Abercrombie dalam artikelnya “The Sword and the Sermon”, yang menceritakan mengenai kisah pengalaman pertamanya saat menunaikan ibadah haji.
Thomas J Abercrombie dilahirkan di Kota Stillwater, negara bagian Minnesota, Amerika Serikat pada 13 Agustus 1930. Ia tumbuh dan dibesarkan di tengah keluarga kelas menengah di Negeri Paman Sam. Keluarganya adalah pemeluk Kristen. Sebagian besar hidupnya ia habiskan di Minnesota.
Ketertarikan Tom terhadap dunia fotografi dimulai ketika menginjak remaja, yakni 15 tahun.
Saat itu, ia tengah menemani kakak laki-lakinya, Bruce, menyaksikan parade Hari Penebang di pusat kota Stillwater.
Di tengah keramaian parade, ia melihat seorang bocah laki-laki berdiri di tepi jalan sedang mengambar wajah para gadis yang tengah ikut berparade.
Menyaksikan pemandangan tersebut, keinginan untuk mengabadikan momen tersebut muncul dalam diri Tom. Ia kemudian meminjam kamera Leica milik sang kakak dan langsung memotret anak laki-laki tersebut.
Sejak saat itu, minatnya terhadap dunia fotografi mulai tampak. Selepas menamatkan pendidikannya di Macalester College, Saint Paul, Minnesota, Tom memulai karier profesionalnya di bidang fotografi sebagai fotografer harian lokal, The Fargo Forum.
Kemudian pada 1953, ia memutuskan untuk keluar dan bergabung dengan surat kabar The Milwaukee Journal. Karya-karya foto yang dibuat Tom saat bergabung di The Milwaukee Journal telah membuat editor foto surat kabar tersebut, Bob Gilka, terkesan.
Bahkan, salah satu fotonya yang memuat gambar seekor burung murai tengah memangsa seekor cacing tanah menarik perhatian editor sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah National Geographic, Melville Bell Grosvenor.
Foto itulah yang membuka jalan bagi Tom untuk bisa bergabung dengan tim redaksi National Geographic pada 1956. Tak lama setelah diterima bekerja sebagai jurnalis foto di majalah National Geographic, Tom dikirim ke Lebanon.
Baginya, ini merupakan pengalaman pertamanya pergi ke luar negeri. Perjalanan ke Lebanon ini berlanjut ke kawasan Antartika hingga akhirnya ia tiba di wilayah Kutub Selatan.
Mengunjungi negeri Muslim Selama hampir 38 tahun berkarier sebagai jurnalis foto di National Geographic, Tom telah menulis 43 artikel. Keseluruhan artikel tersebut merupakan hasil liputannya ke sejumlah tempat di dunia, seperti Jepang, Kamboja, Tibet, Venezuela, Spanyol, Australia, Brasil, Alaska, Kutub Selatan, Lebanon, Mesir, dan Arab Saudi.
Namun, dari keseluruhan karyanya ini, 16 artikel di antaranya ia tulis ketika mengunjungi negeri-negeri Muslim dalam kurun waktu 1956 hingga 1994.
Senior Editor National Geographic, Don Belt, dalam tulisan obituarinya mengungkapkan, pada pertengahan 1960-an, Tom banyak menghabiskan waktu mengunjungi negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Petualangannya di negeri-negeri Muslim ini telah membuatnya mahir bercakap-cakap dalam bahasa Arab. Selain bahasa Arab, Tom juga menguasai bahasa Jerman, Prancis, dan Spanyol.
Dengan kemampuan bahasa Arab yang dimilikinya, menurut Belt, Tom tidak mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Saat bermukim di kawasan Timur Tengah, Tom mulai mengenal budaya dan ajaran Islam. Berawal dari sinilah, ia kemudian memiliki ketertarikan untuk mempelajari kitab suci umat Islam, Al-Quran.
Minat Tom untuk mempelajari Al-Quran pada akhirnya telah membawanya pada sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Tom menyatakan niat dan keinginannya untuk menjadi seorang Muslim.
Kala itu ia tengah berada di Arab Saudi. Namun, tak banyak tulisan yang mengupas mengenai prosesi keislaman Tom. Setelah resmi masuk Islam, Tom menggunakan nama Omar sebagai nama Muslimnya.
Kedekatannya dengan lingkungan keluarga Kerajaan Arab Saudi kemudian membuka pintu rezeki bagi Tom untuk bisa memenuhi panggilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala ke Tanah Suci. Atas undangan dari pihak Kerajaan Arab Saudi, pada musim haji tahun 1965, ia pun berkesempatan untuk menunaikan rukun Islam kelima tersebut.
Pengalaman pertamanya menunaikan ibadah haji ini kemudian dituliskannya dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Pemred Melville Grosvenor.
Dalam surat tertanggal 17 April 1965 itu, Tom menulis, “Salam dan harapan terbaik dari Kota Suci umat Islam. Saya baru saja mendapat kehormatan untuk menjadi saksi, mengabadikannya dalam foto, dan ikut berpartisipasi dalam salah satu perjalanan spiritual paling mengharukan yang pernah dikenal umat manusia, yakni berziarah ke Kota Makkah dan Padang Arafah.”
Ini merupakan pengalaman pribadi yang tak terlupakan. Dan tanpa keraguan, itu merupakan klimaks dari seluruh perjalanan mengunjungi Arab Saudi.
Tak hanya melalui surat pribadi kepada atasannya, pengalaman berhaji tersebut juga kemudian Tom tuangkan dalam sebuah artikel dan foto yang diberi judul “The Sword and the Sermon”, dan dimuat dalam majalah National Geographic edisi Juli 1972.
Karyanya tersebut diharapkan Tom bisa menjadi jembatan hubungan antara dunia Islam dan Barat ke arah yang lebih baik.
Berkat karya jurnalistiknya tersebut, suami dari Marilyn yang juga merupakan fotografer di majalah National Geographic ini bisa sampai ke Kazakhstan. Ia mengunjungi sebuah masjid di Alma-Ata dan berkesempatan mengikuti shalat Jumat berjamaah di sana.
Saat berada di masjid di Kota Alma-Ata inilah, ia mengalami pengalaman yang tak akan pernah dilupakannya, selain pengalamannya berhaji.

“Saya memperkenalkan diri kepada syekh (imam masjid—Red), dan ketika kami tengah berbicara dalam bahasa Arab, tiba-tiba para jamaah sudah berkumpul di sekeliling tanpa kami sadari. Ketika saya menunjukkan kepada mereka gambar Kota Makkah dan Ka’bah, mereka nyaris menangis.”

“Banyak dari mereka yang kemudian menggosokkan tangan mereka ke pakaian yang saya kenakan dan kemudian mengusap wajah mereka,” papar Tom menceritakan pengalaman yang menurutnya penuh emosional, sebagaimana dikutip dari laman situs National Geographic.
Jurnalis Barat Pertama yang Meliput Ibadah Haji
Lebanon menjadi negara pertama di luar tanah kelahirannya, Amerika Serikat, yang Tom kunjungi.
Perjalanan ke Lebanon inilah yang kemudian membawanya hingga ke wilayah Kutub Selatan di Antartika dan menjadikannya sebagai jurnalis pertama yang berhasil mencapai wilayah tersebut.
Tom terdampar di Antartika selama tiga minggu dan harus bertahan hidup di tengah kondisi cuaca dengan suhu minus 50 derajat.
Selama mengunjungi banyak tempat dan negara dalam rangka tugasnya sebagai seorang jurnalis foto, berbagai pengalaman suka dan duka pernah Tom alami.
Ia pernah terserang tipus saat di Himalaya dan harus ikut mengamputasi jari kaki salah seorang rekannya yang mengalami kebekuan akibat cuaca yang ekstrem. Bahkan, beberapa kali nyawanya hampir terenggut.
Salah satunya adalah ketika Yak—sejenis sapi—yang ia tunggangi saat di Afghanistan jatuh ke dalam jurang sedalam seribu kaki. Begitu juga ketika di Venezuela, dia terjatuh dari atas kereta gantung yang dinaikinya dalam sebuah pendakian gunung.
Peristiwa tersebut bahkan meninggalkan bekas luka seumur hidupnya. Namun, dari kesemua itu, pengalaman menunaikan ibadah haji di tahun 1965, diakui ayah dari Marie dan Bruce Abercrombie ini merupakan pengalaman paling berkesan sepanjang kariernya sebagai seorang jurnalis foto.
Pengalaman berhaji ini pulalah yang menjadikan Tom sebagai jurnalis Barat pertama yang meliput pelaksanaan ibadah haji.
Setelah berkarier selama 38 tahun di National Geographic, Tom memutuskan untuk pensiun pada 1994. Kemudian, waktunya lebih banyak disibukkan untuk mengajar mata kuliah geografi di Universitas George Washington.
Sepanjang kariernya sebagai seorang jurnalis foto, Tom telah menulis sebanyak 43 artikel, 16 di antaranya ia tulis ketika mengunjungi negeri-negeri Muslim dalam kurun waktu 1956 hingga 1994.
Tom wafat pada 3 April 2006 di usia 75 tahun. Ia meninggal di Rumah Sakit Johns Hopkins, Baltimore, Maryland, AS akibat komplikasi pascaoperasi transplantasi jantung yang dijalaninya.


Artikel : hikayahhati.blogspot.com

Every woman is beautiful

Sebagian orang mendefinisikan wanita cantik ialah yang berkulit putih & bersih,bertubuh tinggi,langsing, berambut panjang, dst.
” Saya ingin diet ketat supaya saya terlihat cantik seperti dulu”. Ujar seorang ibu rumah tangga kepada temannya. ” Saya malu dengan kulit saya yang hitam. Saya rajin ke salon agar kulit saya kelihatan cerah “. Dan masih banyak lagi kalimat yang diucapkan kaum hawa supaya terlihat tambah cantik.Dan seolah – kurang bersyukur atas pemberianNya.
Saudariku muslimah, badan gemuk, kulit hitam, dll bukan merupakan hambatan bagi kaum hawa untuk tetap menjadi wanita yang cantik. Karena sebetulnya, definisi cantik bukan hanya terlihat dari “sampul” namun juga nilai dari isi sebuah “buku”.
Ada wanita yang merasa dirinya cantik tatkala rajin mengunjungi salon & body spa dalam upaya mempercantik diri. “Saya merasa cantik saat mengenakan higheels bermerk, juga tas yang lagi “branded”.”Saya merasa cantik saat bisa membuat tersenyum pada orang lain” Subhanallah, sesama wanita saya turut bahagia mendengar kalimat itu. Namun, selain mempercantik “sampul” supaya kelihatan menarik, alangkah indahnya jika kita juga berupaya mempercantik “isi buku”. Bisa memberikan manfaat kepada sesama, dan seabrek kegiatan positif lainnya supaya kita bisa menjadi pribadi yang “cantik” luar dalam.
“Every woman is beautiful”. Syukuri apa yang telah dianugerahkan kepada kita.tanpa menuntut harus ini harus itu.Kurang ini kurang itu. Thankful for the grace that has been given to us. trying to provide benefits to others. So we feel “beautiful” everytime. Thank you

Artikel : http://hikayahhati.blogspot.com/