Latest Updates

Thomas Abercrombie, Hidayah di Tanah Suci

Siang itu bertepatan dengan hari Jumat. Di sebuah masjid di Kota Alma-Ata (Almaty), Kazakhstan, keramaian masih tampak, padahal waktu shalat Jumat telah berlalu.
Di salah satu sudut bangunan masjid, seorang pria paruh baya tampak duduk bersila dikelilingi oleh para jamaah.
Laki-laki itu sedang menceritakan pengalamannya saat menunaikan ibadah haji. Sesekali ia menunjukkan koleksi fotonya saat di Tanah Suci kepada jamaah yang mengerumuninya.
Jamaah yang mengelilinginya tampak terharu mendengar kisah perjalanan pria itu saat menunaikan rukun Islam kelima. Melihat foto-foto Ka’bah, Masjidil Haram, dan orang-orang yang tawaf, banyak dari jamaah masjid itu yang menitikan air matanya.
Mereka berharap mendapatkan berkah dari seorang haji agar memperoleh kesempatan yang sama untuk menjadi tamu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Itulah sepenggal kisah yang dialami Thomas J Abercrombie saat berkunjung ke negara pecahan Uni Sovyet tersebut pada 1972. Tom, begitu pria itu akrab disapa, adalah seorang jurnalis foto majalah National Geographic.
Ia pernah menunaikan ibadah haji dan mempunyai koleksi beberapa foto tentang Makkah dan pelaksanaan ibadah haji. Seperempat juta Muslim mengelilingi Ka’bah untuk berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

“Efek buram pada foto orang-orang yang mengelilingi Ka’bah tepat di tengah menciptakan bayangan tentang gerakan kosmis,”
tulis Abercrombie dalam artikelnya “The Sword and the Sermon”, yang menceritakan mengenai kisah pengalaman pertamanya saat menunaikan ibadah haji.
Thomas J Abercrombie dilahirkan di Kota Stillwater, negara bagian Minnesota, Amerika Serikat pada 13 Agustus 1930. Ia tumbuh dan dibesarkan di tengah keluarga kelas menengah di Negeri Paman Sam. Keluarganya adalah pemeluk Kristen. Sebagian besar hidupnya ia habiskan di Minnesota.
Ketertarikan Tom terhadap dunia fotografi dimulai ketika menginjak remaja, yakni 15 tahun.
Saat itu, ia tengah menemani kakak laki-lakinya, Bruce, menyaksikan parade Hari Penebang di pusat kota Stillwater.
Di tengah keramaian parade, ia melihat seorang bocah laki-laki berdiri di tepi jalan sedang mengambar wajah para gadis yang tengah ikut berparade.
Menyaksikan pemandangan tersebut, keinginan untuk mengabadikan momen tersebut muncul dalam diri Tom. Ia kemudian meminjam kamera Leica milik sang kakak dan langsung memotret anak laki-laki tersebut.
Sejak saat itu, minatnya terhadap dunia fotografi mulai tampak. Selepas menamatkan pendidikannya di Macalester College, Saint Paul, Minnesota, Tom memulai karier profesionalnya di bidang fotografi sebagai fotografer harian lokal, The Fargo Forum.
Kemudian pada 1953, ia memutuskan untuk keluar dan bergabung dengan surat kabar The Milwaukee Journal. Karya-karya foto yang dibuat Tom saat bergabung di The Milwaukee Journal telah membuat editor foto surat kabar tersebut, Bob Gilka, terkesan.
Bahkan, salah satu fotonya yang memuat gambar seekor burung murai tengah memangsa seekor cacing tanah menarik perhatian editor sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah National Geographic, Melville Bell Grosvenor.
Foto itulah yang membuka jalan bagi Tom untuk bisa bergabung dengan tim redaksi National Geographic pada 1956. Tak lama setelah diterima bekerja sebagai jurnalis foto di majalah National Geographic, Tom dikirim ke Lebanon.
Baginya, ini merupakan pengalaman pertamanya pergi ke luar negeri. Perjalanan ke Lebanon ini berlanjut ke kawasan Antartika hingga akhirnya ia tiba di wilayah Kutub Selatan.
Mengunjungi negeri Muslim Selama hampir 38 tahun berkarier sebagai jurnalis foto di National Geographic, Tom telah menulis 43 artikel. Keseluruhan artikel tersebut merupakan hasil liputannya ke sejumlah tempat di dunia, seperti Jepang, Kamboja, Tibet, Venezuela, Spanyol, Australia, Brasil, Alaska, Kutub Selatan, Lebanon, Mesir, dan Arab Saudi.
Namun, dari keseluruhan karyanya ini, 16 artikel di antaranya ia tulis ketika mengunjungi negeri-negeri Muslim dalam kurun waktu 1956 hingga 1994.
Senior Editor National Geographic, Don Belt, dalam tulisan obituarinya mengungkapkan, pada pertengahan 1960-an, Tom banyak menghabiskan waktu mengunjungi negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Petualangannya di negeri-negeri Muslim ini telah membuatnya mahir bercakap-cakap dalam bahasa Arab. Selain bahasa Arab, Tom juga menguasai bahasa Jerman, Prancis, dan Spanyol.
Dengan kemampuan bahasa Arab yang dimilikinya, menurut Belt, Tom tidak mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Saat bermukim di kawasan Timur Tengah, Tom mulai mengenal budaya dan ajaran Islam. Berawal dari sinilah, ia kemudian memiliki ketertarikan untuk mempelajari kitab suci umat Islam, Al-Quran.
Minat Tom untuk mempelajari Al-Quran pada akhirnya telah membawanya pada sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Tom menyatakan niat dan keinginannya untuk menjadi seorang Muslim.
Kala itu ia tengah berada di Arab Saudi. Namun, tak banyak tulisan yang mengupas mengenai prosesi keislaman Tom. Setelah resmi masuk Islam, Tom menggunakan nama Omar sebagai nama Muslimnya.
Kedekatannya dengan lingkungan keluarga Kerajaan Arab Saudi kemudian membuka pintu rezeki bagi Tom untuk bisa memenuhi panggilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala ke Tanah Suci. Atas undangan dari pihak Kerajaan Arab Saudi, pada musim haji tahun 1965, ia pun berkesempatan untuk menunaikan rukun Islam kelima tersebut.
Pengalaman pertamanya menunaikan ibadah haji ini kemudian dituliskannya dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Pemred Melville Grosvenor.
Dalam surat tertanggal 17 April 1965 itu, Tom menulis, “Salam dan harapan terbaik dari Kota Suci umat Islam. Saya baru saja mendapat kehormatan untuk menjadi saksi, mengabadikannya dalam foto, dan ikut berpartisipasi dalam salah satu perjalanan spiritual paling mengharukan yang pernah dikenal umat manusia, yakni berziarah ke Kota Makkah dan Padang Arafah.”
Ini merupakan pengalaman pribadi yang tak terlupakan. Dan tanpa keraguan, itu merupakan klimaks dari seluruh perjalanan mengunjungi Arab Saudi.
Tak hanya melalui surat pribadi kepada atasannya, pengalaman berhaji tersebut juga kemudian Tom tuangkan dalam sebuah artikel dan foto yang diberi judul “The Sword and the Sermon”, dan dimuat dalam majalah National Geographic edisi Juli 1972.
Karyanya tersebut diharapkan Tom bisa menjadi jembatan hubungan antara dunia Islam dan Barat ke arah yang lebih baik.
Berkat karya jurnalistiknya tersebut, suami dari Marilyn yang juga merupakan fotografer di majalah National Geographic ini bisa sampai ke Kazakhstan. Ia mengunjungi sebuah masjid di Alma-Ata dan berkesempatan mengikuti shalat Jumat berjamaah di sana.
Saat berada di masjid di Kota Alma-Ata inilah, ia mengalami pengalaman yang tak akan pernah dilupakannya, selain pengalamannya berhaji.

“Saya memperkenalkan diri kepada syekh (imam masjid—Red), dan ketika kami tengah berbicara dalam bahasa Arab, tiba-tiba para jamaah sudah berkumpul di sekeliling tanpa kami sadari. Ketika saya menunjukkan kepada mereka gambar Kota Makkah dan Ka’bah, mereka nyaris menangis.”

“Banyak dari mereka yang kemudian menggosokkan tangan mereka ke pakaian yang saya kenakan dan kemudian mengusap wajah mereka,” papar Tom menceritakan pengalaman yang menurutnya penuh emosional, sebagaimana dikutip dari laman situs National Geographic.
Jurnalis Barat Pertama yang Meliput Ibadah Haji
Lebanon menjadi negara pertama di luar tanah kelahirannya, Amerika Serikat, yang Tom kunjungi.
Perjalanan ke Lebanon inilah yang kemudian membawanya hingga ke wilayah Kutub Selatan di Antartika dan menjadikannya sebagai jurnalis pertama yang berhasil mencapai wilayah tersebut.
Tom terdampar di Antartika selama tiga minggu dan harus bertahan hidup di tengah kondisi cuaca dengan suhu minus 50 derajat.
Selama mengunjungi banyak tempat dan negara dalam rangka tugasnya sebagai seorang jurnalis foto, berbagai pengalaman suka dan duka pernah Tom alami.
Ia pernah terserang tipus saat di Himalaya dan harus ikut mengamputasi jari kaki salah seorang rekannya yang mengalami kebekuan akibat cuaca yang ekstrem. Bahkan, beberapa kali nyawanya hampir terenggut.
Salah satunya adalah ketika Yak—sejenis sapi—yang ia tunggangi saat di Afghanistan jatuh ke dalam jurang sedalam seribu kaki. Begitu juga ketika di Venezuela, dia terjatuh dari atas kereta gantung yang dinaikinya dalam sebuah pendakian gunung.
Peristiwa tersebut bahkan meninggalkan bekas luka seumur hidupnya. Namun, dari kesemua itu, pengalaman menunaikan ibadah haji di tahun 1965, diakui ayah dari Marie dan Bruce Abercrombie ini merupakan pengalaman paling berkesan sepanjang kariernya sebagai seorang jurnalis foto.
Pengalaman berhaji ini pulalah yang menjadikan Tom sebagai jurnalis Barat pertama yang meliput pelaksanaan ibadah haji.
Setelah berkarier selama 38 tahun di National Geographic, Tom memutuskan untuk pensiun pada 1994. Kemudian, waktunya lebih banyak disibukkan untuk mengajar mata kuliah geografi di Universitas George Washington.
Sepanjang kariernya sebagai seorang jurnalis foto, Tom telah menulis sebanyak 43 artikel, 16 di antaranya ia tulis ketika mengunjungi negeri-negeri Muslim dalam kurun waktu 1956 hingga 1994.
Tom wafat pada 3 April 2006 di usia 75 tahun. Ia meninggal di Rumah Sakit Johns Hopkins, Baltimore, Maryland, AS akibat komplikasi pascaoperasi transplantasi jantung yang dijalaninya.


Artikel : hikayahhati.blogspot.com

0 Response to "Thomas Abercrombie, Hidayah di Tanah Suci"

Post a Comment