Latest Updates

Rasulullah SAW dan Nabi Palsu

Dominasi peradaban Barat telah menyebabkan banyak cendekiawan berusaha mengubah ajaran-ajaran Islam agar sesuai dengan konsep HAM sekuler Barat. Salah satu konsep Islam yang mendapat serangan adalah konsep tentang murtad (orang yang keluar dari agama Islam).
Sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, manusia dijamin haknya untuk memeluk agama apa saja, termasuk keluar masuk suatu agama. Bagi mereka, agama dianggap seperti baju. Kapan saja boleh ditukar-tukar. Salah satu cara yang dilakukan para cendekiawan adalah berusaha mengubah sejarah dengan menulis bahwa seolah-olah Nabi Muhammad SAW berdiam diri terhadap tindakan kemurtadan. Bahkan, perang melawan kaum murtad yang dilakukan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ra
dikatakan sebagai perang melawan pemberontak yang semata-mata bermotif politik, bukan perang atas dasar agama.
Sebuah buku sejarah Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Dr Muhammad Husein Haekal, misalnya, juga menulis nabi palsu yang muncul pada masa Rasulullah SAW tidaklah terlalu memengaruhi beliau untuk melakukan tindakan militer. ”Itulah sebabnya tatkala ada tiga orang yang mendakwakan diri sebagai nabi, oleh Muhammad tidak banyak dihiraukan. (Haekal, Sejarah Hidup Muhammad terjemahan), 1990:559).
Di Indonesia, disertasi, tesis, skripsi, dan buku-buku yang mendukung ‘hak murtad’ sangat banyak. Salah satu trik mereka mengungkap sejarah dengan keliru.
Kisah dua utusan
Dalam kitabnya Al Sunan (Kitab Al Jihad, Bab Ar Rusul hadits no, 2.380) Abu Daud meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud. Ketika menerima dua utusan nabi palsu, Musailamah al-Kazzab, Rasulullah SAW bertanya kepada mereka:
Apa yang kalian katakan (tentang Musailamah)?
Mereka menjawab, ‘‘Kami menerima pengakuannya (sebagai nabi)”.
Rasulullah SAW berkata:”Kalau bukan karena utusan tidak boleh dibunuh, sungguh aku akan memenggal leher kalian berdua”.
Lafadz ini diceritakan juga oleh Ahmad (hadits no 15.420), Al Hakim (2: 155 no 2.632). Ahmad (hadits no 15.420) melaporkan melalui Abdullah bin Mas’ud dengan lafadz la-qataltu-kumaa, (aku pasti membunuh kalian berdua).
Versi hadits ini diceritakan kembali oleh kitab-kitab sejarah, seperti Al Thabari (Tarikh Al Thabari, Juz 3 Bab Masir Khalid bin Walid) dan Ibnu Katsir (Al Bidayah wa Al Nihayah, Dar Ihya’ Al Turats Al Arabi, tt, Juz 6, hal: 5).
Riwayat ini menampilkan ketegasan Rasulullah terhadap orang yang mengakui kenabian Musailamah. Tetapi, karena Rasulullah SAW memegang etika diplomatik yang tinggi, beliau membiarkan begitu saja kedua utusan nabi palsu itu.
Abu Daud (hadits no 2.381), Al Nasa’i (Al Sunan Al Kubra, 2: 205) dan Al Darimi (Kitab Al Siyar, hadits
no 2.391) menceritakan kesaksian Haritsah bin Al Mudharib dan Ibn Mu’ayyiz yang mendapati sekelompok orang dipimpin Ibn Nuwahah di sebuah masjid perkampungan Bani Hanifah, ternyata masih beriman pada Musailamah. Setelah kejadian ini dilaporkan pada Ibn Mas’ud, beliau berkata pada Ibn Nuwahah (tokoh kelompok tersebut),
‘Aku mendengar Rasulullah SAW dulu bersabda: ”Kalau engkau bukan utusan, pasti aku akan penggal kamu. Nah, sekarang ini engkau bukanlah seorang utusan.”
Maka Ibn Mas’ud menyuruh Quradhah bin Kaab untuk memenggal leher Ibn Nuwahah. Ibn Mas’ud berkata, ‘‘Siapa yang ingin melihat Ibn Nuwahah mati, maka lihatlah ia di pasar.” Masjid mereka pun akhirnya turut dirobohkan.
Mengapa Rasulullah SAW tidak memerangi Musailamah? Ibn Khaldun menjelaskan masalah ini bahwa ”Sepulangnya Nabi SAW dari Haji Wada’, beliau kemudian jatuh sakit.” Tersebarlah berita sakit tersebut sehingga muncullah Al Aswad Al Anasi di Yaman, Musailamah di Yamamah dan Thulaihah bin Khuwailid dari Bani Asad, mereka semua mengaku nabi.
Rasulullah SAW segera memerintahkan untuk memerangi mereka melalui edaran surat dan utusan-utusan kepada para gubernurnya di daerah-daerah dengan bantuan orang-orang yang masih setia dalam keislamannya.
Rasulullah SAW menyuruh mereka semua bersungguh-sungguh dalam jihad memerangi para nabi
palsu itu sehingga Al Aswad dapat ditangkap sebelum beliau wafat.
Rasulullah menyerukan orang-orang Islam di penjuru Arab yang dekat dengan wilayah para pendusta itu, menyuruh mereka jihad (melawan kelompok murtad).”
(Abdurrahman Ibnu Khaldun, Tarikh Ibn Khaldun, Dar Al Kutub Al Ilmiyah: Beirut, Lebanon, cetakan 1, tahun 1992, hal 474-475).
Tindakan Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar kekisruhan negara sumbernya ada dua. Yang pertama orang yang menolak membayar zakat. Kedua adalah para nabi palsu.
Dalam Al Bidayah wa Al Nihayah Imam Ibn Katsir menulis judul Fasal Peperangan Abu Bakar Melawan Orang-orang Murtad dan Penolak Zakat (cetakan 1 terbitan Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Beirut, Lebanon: 2001, jilid 6 hal 307).
Abu Bakar sampai membentuk sebelas ekspedisi militer untuk menumpas gerakan tersebut (Al Daulah Al
Umawiyah, Muhammad Al Khudhari, Mansyurat Kulliyah Dakwah Islamiyah, Tripoli, Libya: tt. hal 177-178)
Semula Umar bin Khatab ra mencoba membujuk Abu Bakar agar tidak memerangi penolak zakat. Kata Abu Bakar, ‘‘Demi Allah, jika mereka berani menolak menyerahkan seutas tali yang dulunya mereka berikan pada Rasulullah SAW, aku pasti akan memerangi mereka karena penolakan ini.” (Dikeluarkan oleh Ahmad 1: 11, 19, 35, 2: 35, 4: 8, Al Bukhari hadits no 1.561, Muslim Kitab Al Iman hadits no 82, 83 Juz 1 hal 52.)
Pada riwayat lain disebutkan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq yang dikenal sangat lembut perangainya
menyatakan: ”Rasulullah SAW telah wafat dan wahyu sudah tidak turun lagi! Demi Allah aku akan memerangi mereka selama masih memegang pedang di tanganku meski mereka tidak mau menyerahkan seutas tali!” (Tarikh Al Khulafa’, Al Suyuthi, Fasal fii maa Waqa’a fii Khilafati Abi Bakar Al Shiddiq ra).

Ungkapan Abu Bakar ‘dan wahyu sudah tidak turun lagi’ menunjukkan ketegasannya terhadap persoalan nabi palsu. Dari Handzalah bin Ali Al Laitsi ia berkata,
”Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Al Walid memerangi orang-orang dengan sebab lima rukun Islam.
Siapa saja yang menolak salah satunya hendaknya ia diperangi.”
(Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam, Kitab Sanah Ihda ‘Asyr Bab Khabar Al Riddah).

Terkait dengan perang melawan kelompok murtad itu, Ibnu Mas’ud berkata, ”Setelah Rasulullah SAW wafat, kami hampir saja binasa kalau saja Allah tidak menganugerahi kami kepemimpinan Abu Bakar.” (Tarikh Al Dzahabi, Juz 2, Kitab Sanah Ihda ‘Asyr, bab Akhbar al Riddah).
Juga dikatakan: ”Demi Allah, aku melihat Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk melakukan
perang dan baru aku tahu, inilah keputusan yang benar.” (Al Bukhari hadits no 1.561).

Islam memandang masalah agama (ad-Dinul Islam) sebagai hal yang prinsip karena menyangkut urusan dunia dan akhirat. Agama tak hanya laksana baju, boleh dipakai dan ditanggalkan kapan saja.
Rasulullah SAW dan Abu Bakar bersikap tegas terhadap setiap penyelewengan agama. Jadi, sangat tidak benar umat Islam, apalagi para ulamanya, hanya berdiam diri terhadap segala bentuk kesesatan dan kemurtadan. Oleh sebab itu, sesuai dengan fungsinya, tindakan MUI yang menetapkan ajaran sejumlah nabi palsu sebagai ajaran sesat adalah tindakan yang sangat tepat. Tentu saja
tindakan berikutnya adalah menjadi tanggung jawab penguasa (umara).

Ikhtisar:
- Disertasi, tesis, skripsi, dan buku-buku yang mendukung hak murtad sangat banyak.
- Nabi mencontohkan memerangi musuh Allah dengan cara yang halus, tetapi tegas.

Oleh : Ahmad Rofiqi
(Mahasiswa Pasca-Sarjana Program Pendidikan dan Pemikiran Islam, Universitas Ibn Khaldun, Bogor)



Bagikan

0 Response to "Rasulullah SAW dan Nabi Palsu"

Post a Comment